PENDAHULUAN
Nama Sayyid Qut}b
semakin populer ketika ia bergabung dengan al-ihwa>n al-muslimun yang
didirikan oleh Hasan al-Banna. Dalam organisasi tersebut ia menjadi salah satu
tokoh disamping Abd Qadir Auda dan Hasan al-Hudaibi. Bersama organisasi ini ia
banyak “berseteru” dengan pemerintah
Mesir sehingga ia sering ditangkap dan dipenjarakan oleh pemerintah Mesir. Dan
pada akhirnya ia dijatuhi hukuman mati oleh pemerintah Mesir pad tahun 1966.
Salah satu karya
momentalnya adalah tafsir fi zilal al-Qur’an, sebuah tafsir yang menurut Manna’
al-Qattan merupaka tafsir yang sempurna.
Sayyid Qut}b memiliki ciri khas sendiri dalam menafsirkan al-Qur’an,
yang berbeda dengan tafsir pada umumnya kala itu. Metode tafsir “khas}” yang digunakan oleh Sayyid
Qut}b inilah yang menjadi objek pembahasan makalah ini serta naz’ah yang
muncul dari tafsir f>i Z}ila>l al-Qur’a>n karya Sayyid Qut}b.
METODE DAN CORAK TAFSIR FI> Z}ILA>L AL-QUR’A>N
A. Biografi Sayyid Qut}b
Nama
lengkap Sayyid Qut}b adalah Sayyid Ibrahim Husain Sha>dzili>. Beliau
Lahir di perkampungan Mu>sha dekat kota asyu>t} Mesir pada tanggal 9
Oktober 1906 M. Sayyid Qut}b merupakan
anak tertua dari lima saudara. Pada usia
sepuluh tahun Sayyid Qut}b sudah hafal al-Qur’an di luar kepala. Pendidikan
dasarnya selain ia peroleh dari Kuttab, ia juga belajar di sekolah
pemerintah dan lulus pada tahun 1918 M. Pada
tahun 1925 Sayyid Qut}b masuk ke institusi diklat keguruan dan lulus tiga tahun
kemudian. Setelah itu ia melanjutkan studi ke Univesitas Da>r al-‘Ulu>m
(Universitas Mesir Modern) hingga memperoleh gelar sarjana muda dalam bidang arts
education.
Setalah
lulus dari Da>r ‘Ulu>m ia menjadi tenaga pengajar di Universitas
tersebut. Selain itu ia juga bekerja di kementerian pendidikan sampai menjabat
sebagai inspektur. Akan tetapi kemudian
ia mundur dari jabatan tersebut karena kebijakan pendidikan pemerintah terlalu
tunduk dengan Inggris. Ketika ia menjabat sebagai inspektur di kementerian
pendidikan ia mendapat tugas belajar di Wilson’s Teacher College dan Stanford
University dan berhasil menyandang gelar M.A. dalam bidang pendidikan.
Selama
tiga tahun di luar negeri, Sayyid Qut}b berkesempatan mengunjungi Inggris,
Swetzealand dan Italia. Pengalamannya di luar negeri ini mempengaruhi
pemikirannya. Setibanya di Mesir ia bergabung dengan al-ikhwa>n al-muslimun.
Dari sinilah ia banyak menyerap pemikiran Hasan al-Banna dan al-Maududi.
Setelah
bergabung dengan al-ikhwa>n al-muslimun ia menjadi tokoh berpengaruh di
samping Abd al-Qadir Audah dan Hasan al-Hudaibi. Sewaktu larangan terhadap al-ikhwa>n
al-muslimun di cabut pada tahun 1951, Sayyid Qut}b terpilih menjadi anggota
panitia pelaksana dan pimpinan bagian dakwah.
Selama tahun 1953, Sayyid Qut}b menghadiri konferensi Suriah dan Yordania,
dan banyak memberikan ceramah tentang pentingnya akhlak sebagai pra-syarat
kebangkitan umat.
Pada
Juli 1954, Sayyid Qut}b menjadi pimpinan redaksi harian al-ikhwa>n al-muslimun.
Namun baru berjalan dua belas bulan, harian tersebut ditutup oleh pemerintah
Mesir atas intruksi presiden Kolonel Gamal Abd Naseer karena mengecam
perjanjian Mesir-Inggris 7 Juli 1954.
Sekitar
tahun 1955, Sayyid Qut}b termasuk pemimpin Ihkwan al-muslimun yang ditahan
pemerintah Mesir setelah organisasi tersebut dilarang karena dituduh berupaya
menjatuhkan pemerintah. Pada tahun 13 Juli 1955, pengadilan rakyat menjatuhkan
hukuman 15 tahun kerja berat. Sayyid Qut}b dipenjara diberbagai penjara Mesir
sampai pertengahan tahun 1964. Pada taun 1964, ia dibebaskan atas permintaan
presiden Irak Abdul Salam Arif yang melakukan kunjungan ke Mesir.
Baru satu tahun Sayyid Qut}b bebas dari penjara, ia kembali
ditangkap pemerintah Mesir bersama tiga saudaranya, Muhammad Qut}b, Aminah dan
Hamidah. Akhirnya pada 29 Agustus 1966
Sayyid Qut}b bersama dua orang temannya wafat di tiang gantungan.
B.
Karya-karya
Sayyid
Qut}b tergolong ulama yang produktif, dalam sebuah literatur disebutkan karya
tulisnya mencapai 24 buku diantaranya yang paling terkenal adalah fi> Z}ila>l
al-Qur’a>n berjumlah 6 jilid. Namun
jumlah buku karanganya ini bukan hitungan rigid, karena masih dimungkinkan ada
karya-karya beliau yang tidak terdokumentasikan sehingga tidak diketahui sampai
sekarang.
Diantra
karya-karya Sayyid Qut}b adalah:
1.
T}ifl
min al-Qaryah
2.
Al-Madi>nah
al-Mash}u>rah
3.
Ashwa>k
4.
Al-At}ya>f
5.
Muhimmah
Sha>’ir fi> al-H}ya>h
6.
Al-‘ada>lah
al-Ijtima>’iyah fi> al-Isla>m
7.
Ma’rakah
al-Isla>m wa al-Ra’sa>maliyah
8.
Al-Sala>m
al-‘Alami> wa Isla>m
9.
Nahwa
Mujtami’ Isla>mi>
10. Huda> al-di>n
11. Al-Mustaqbal li> hazda> al-di>n
12. Khas}a>is al-tas}awwur al-Isla>mi> wa Muqawwima>tuh
13. Al-Isla>m wa Mushkila>t al-H}adha>rah
14. Ma’a>lim fi> al-T}ari>q.
15. Dirasat Isla>miyah
16. Al-Jadi>d fi> al-Mahfuzhat
17. Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n
18. Raudhah al-T}ifl
19. Al-Jadi>d fi> al-Lughat al-‘Arabiyah
20. Al-Qas}as al-Di>ny
21. Mashahi>d al-Qiya>mah fi> al-Qur’an
22. Al-Naqd al-Adaby
23. Al-Tas}wir al-Fan fi> al-Qur’an
C.
Sejarah
penulisan Tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n
Ditengah-tengah
kesibukannya sebagai aktifis organisasi al-ikhwa>n al-muslimun Sayyid Qut}b
menyempatkan diri untuk membaca, mengkaji dan menulis buku. Dalam sehari ia
meluangkan waktu untuk menulis selama delapan sampai sepuluh jam untuk menyusun
dan menulis karya ilmiah. Buah pertama fikirannya tertuang dalam buku al-‘Ada>lah
al-Ijtima>’iyah fi> al-Isla>m, tidak lama kemudian Sayyid Qut}b
mulai menyusun sebuah kitab tafsir yang terkenal mempunyai keistimewaan
tertentu dibanding dengan kitab-kitab tafsir lainnya, baik dari segi penyajian,
gaya bahasa yang digunakan maupun dari segi kandungan isinya.
Pada awalnya penulisan tafsir fi> Z}ila>l
al-Qur’a>n ini dituangkan dalam sebuah rubik majalah al-Muslimin
edisi ke-3, terbit pada tahun 1952. Sayyid Qut}b menulis tafsir secara serial di
majalah tersebut dimulai dari al-fatihah dan dilanjutkan surat al-Baqarah dalam
edisi-edisi selanjutnya. hal itu
dilakukan atas permintaan Sa’id Ramadhan pemimpin redaksi majalah tersebut. Selain
menjadi penulis, ia juga menjabat sebagai redaktur dalam rubik ini. Namun
kemudian rubik dihentikan dengan alasan ia ingin menggantinya dengan rubik lain
serta janji akan menulis tafsir secara khusus dan akan terbit setiap juz.
Penulisan tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n ini selesai pada tahun
1964 ketika Sayyid Qut}b mendekam di dalam penjara.
D. Metode tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n
kata
metode berasal dari bahasa Yunani methodos yang berati jalan atau cara.
Kemudian oleh bangsa Arab kata ini diterjemahkan dengan manhaj dan t}ariqah.
Apabila dikaitkan dengan tafsir, maka yang dimaksud dengan metode tafsir atau manhaj tafsir adalah kerangka
atau kaidah yang digunakan untuk menafsirkan al-Qur’an yang dengan kaidah
tersebut dapat meminimalisir kesalahan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’a>n.
Sayyid Qut}b menggunakan sistematika penulisan
tafsir yang khas dalam menyusun tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n.
Pada setiap awal surat yang akan dibahas Sayyid selalu memberikan gambaran umum
mengenai isi kandungan ayat-ayatnya. Sehingga pembaca memiliki gambaran umum
mengenai kandungan ayat-ayat tersebut sebelum membaca detail penjelasan dalam
tafsir fi Z}ila>l al-Qur’a>n. Kemudian
apabila ditinjau dari segi sumber, cara penjelasan, keluasannya dan sasaran
tertib ayat, maka tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n disusun berdasarkan
metode berikut:
1.
Ditinjau dari sumber
penafsiran
Metode
tafsir al-Qur’an ditinjau dari segi sumber penafsirannya, ada tiga macam,
yaitu:
a.
Metode tafsir bi
al-ma’thur / bi al-manqul / bi al-riwayah yakni metode
menafsirkan al-Qur’an yang sumber-sumber penafsirannya diambil dari al-Qur’an,
Hadis, qawl sahabat dan qawl tabi’in yang berhungan dengan
penjelasan ayat-ayat al-Qur’an.
b.
Metode tafsir bi al-ra’yi
/ bi al-dirayah / bi al-ma’qul, yaitu cara menafsirkan al-Qur’an
yang sumber penafsirannya berdasarkan ijtihad dan pemikiran mufassir dengan
seperangkat metode penafsiran yang telah ditentukan oleh para ulama.
c.
Metode tafsir bi
al-iqtiran, yaitu metode tafsir yang sumber-sumber penafsirannya didasarkan
pada sumber riwayah dan dirayah sekaligus. Dengan kata lain, tafsir yang
menggunakan metode ini mancampurkan antara sumber riwayah dan sumber dirayah
atau antara sumber bi al-ma’thur dan ijtihad mufassir.
Berdasarkan
tiga kategori tersebut, tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n yang
ditulis oleh Sayyid Qut}b termasuk dalam kategori bi al-iqtiran, yakni
sumber penafsirannya diambil dari riwayat dan ijtihad Sayyid Qut}b sendiri.
Sebagaimana contoh dalam menafsirkan kata al-muttaqin pada surat
al-Baqarah ayat 2, Sayyid Qutub menafsirkan taqwa dengan riwayat:
إِنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
سَأَلَ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ عَنِ التَّقْوَى، فَقَالَ لَهُ: أَمَا سَلَكْتَ
طَرِيقًا ذَا شَوْكٍ؟ قَالَ: بَلَى قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ؟ قَالَ: شَمَّرْتُ
وَاجْتَهَدْتُ، قَالَ: فَذَلِكَ التَّقْوَى
Sesungguhnya
Umar ibn Khatab bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang taqwa, lalu Ubay bin
Ka’ab menjawab sambil bertanya, pernahkan engkau melewati jalan yang penuh
duri?, Umar menjawab, pernah. Kemudian Ubay bin Ka’ab bertanya kembali, apakah
gerangan yang engkau lakukan?, Umar menjawab, aku berhati-hati dan berupaya
menghindarinya. Ubay berkata, itulah taqwa.
Selain
mengambil riwayat tersebut, Sayyid Qut}b kemudian menjelaskan taqwa
dengan:
Itulah taqwa, sensitifitas dalam hati, kepakaan
dalam perasaan, responsif, selalu takut, selalu berhati-hati, dan selalu
menjaga diri dari duri-duri jalan, jalan kehidupan yang penuh dengan duri
kesenangan dan syahwat, duri-duri keinginan dan ambisi, duri-duri kekhawatiran
dan ketakutan, duri-duri harapan palsu terhadap orang yang tidak memiliki
kemampuan untuk memenuhi harapan, dan ketakutan palsu terhadap orang yang tidak
memiliki kekuasaan untuk memberi manfaat dan bahaya, dan berpuluh-puluh macam
duri lainnya.
2.
Cara penjelasan
Metode
tafsir ditinjau dari segi cara penjelasannya terhadap penafsiran ayat-ayat al-Qur’an
dibagi menjadi dua ketegori:
a.
Metode bayani atau
diskriptif, yakni metode menafsirkan al-Qur’>n yang hanya dengan memberikan
keterangan secara diskriptif tanpa adanya perbandingan riwayat atau
pendapat-pendapat mufassir dan tanpa ada tarjih diantara sumber-sumber
tersebut.
b.
Metode muqarin atau
bisa disebut juga dengan metode komparasi, yakni metode menafsirkan al-Qur’an
dengan cara membandingkan ayat satu dengan yang lainnya, ayat dengan hadis,
antara pendapat mufassir satu dengan mufassir lainnya serta
menonjolkan segi-segi perbedaan.
Ditinjau
dari cara penjelasannya maka metode tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n
yang ditulis oleh Sayyid Qut}b masuk dalam kategori metode muqarin. Hal
ini dapat dilihat ketika Sayyid Qut}b menafsirkan tentang surat al-Qiyamah ayat
22-23:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ ناضِرَةٌ . إِلى رَبِّها ناظِرَةٌ
Wajah-wajah (orang mukmin)
pada hari itu berseri-seri
Dalam beberapa paragraf mengenai penafsiran
ayat ini, Sayyid Qut}b menyinggung perbedaan pendapat antara kaum Mu’tazilah
dan Ahl Sunnah:Adapun
masalah bagaimana cara melihatnya? Dengan anggota tubuh yang mana ia melihat?
Dan dengan sarana apa ia melihat wajah Allah? Semua itu tidak terlintas dalam
hati yang sedang mendapatkan kebahagiaan sebab informasi dari al-Qur’an, kepada
hati yang beriman dan kebahagiaan yang meluap kepada ruh, yang indah, nyata dan
merdeka.
Bagaimana
keadaan orang-orang yang menghalangi keadaan dirinya sendiri untuk mendapatkan
cahaya yang melimpahkan kebahagiaan dan kegembiraan ini? mengapa mereka sibuk
memperdebatkan seputar masalah yang mutlak, yang tidak bisa dicapai oleh akal
biasa?
Naiknya
derajat manusia dan terlepasnya mereka dari keterikatan alam dunia yang
terbatas ini, yang demikian ini saja sudah menjadi terminal harapan untuk dapat
memperoleh hakikat yang mutlak pada hari itu. Sebelum mendapat kebebasan dan
kemerdekaan seperti ini, sudah terasa sebagai sesuatu yang besar bagaimana ia
membayangkan -ya semata-mata hanya membayangkan- bagaimana terjadinya pertemuan
itu.
Dengan demikian merupakan
perdebatan yang sia-sia, perdebatan panjang dan bertele-tele yang sibuk
dilakukan oleh golongan Mu’tazilah dan para penentangnya dari golongan ahl
al-sunnah dan para mutakallimin seputar hakikat masalah memandang
dan melihat Allah di tempat seperti itu (surga).
3.
Keluasan penjelasan
Berdasarkan
keluasan penjelasannya metode tafsir al-Qur’an dibedakan dalam dua ketegori:
a.
Metode tafsir ijmali,
yakni metode penafsiran al-Qur’an yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur’a>n
secara global, tidak mendalam dan tidak pula panjang lebar.
b.
Metode tafsir itnabi,
yaitu metode menafsirkan al-Qur’a>n yang penjelasannya sangat luas dan
detail, dengan uraian-uraian yang panjang sehingga cukup jelas dan terang.
Berlandaskan
pembagian di atas, tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n tergolong dalam
tafsir yang menggunakan metode tafsir itnabi. Hal ini dapat dilihat
dalam penafsiran Sayyid Qut}b terhadap surat al-Qiyamah ayat 22-23:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ ناضِرَةٌ . إِلى رَبِّها ناظِرَةٌ
Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu
berseri-seri
Kepada
Tuhannya? Maka manakah posisi yang lebih tinggi dari pada itu? Manakah
kebahagiannya yang melebihi ini?
Jiwa
orang-orang mukmin kadang merasa senang dan bahagia dengan secerca keindahan
cahaya Ilahi di dalam semesta atau dalam dirinya, yang dilihatnya pada
waktu bulan purnama atau gelap gulita, atau ketika fajar merekah, atau
bayang-bayang yang terus memanjang, atau laut yang bergelombang, atau padang
yang luas membentang, atau taman-taman yang indah berseri, atau mayang-mayang yang
tampak asri, atau kalbu yang cerdas dan pandai, atau keimanan yang penuh
kepercayaan, atau kesabaran yang penuh keindahan.. dan lain-lain wujud
keindahan semesta raya ini.. maka penuhlah jiwa dengan kesenangan, melimpahlah
rasa bahagia, dikepak-kepakan sayap cahaya untuk terbang bebas di penjuru alam.
Lenyaplah darinya duri-duri kehidupan, penderitaan dan keburukan, beban tanah
dan timbunan daging dan darah, gejolak syahwat dan hawa nafsu..
Nah,
bagaimanakah? Bagaimanakah ketika ia
memandang-tidak kepada keindahan ciptaan Allah-melainkan kepada keindahan Zat
Allah sendiri?
Ingatlah,
sesungguhnya itu adalah maqam yang pertama-tama memerlukan pertolongan Allah,
kedua memerlukan pemantapan dari Allah, agar manusia dapat mengusai dirinya
sehingga stabil dan dapat menikmati kebahagiannya yang tidak lagi dapat
diterangkan lagi sifat-sifatnya, dan tidak dapat digambarkan hakikatnya.
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ ناضِرَةٌ . إِلى رَبِّها ناظِرَةٌ
Wajah-wajah (orang mukmin)
pada hari itu berseri-seri
Nah,
Bagaimana mungkin ia tidak berseri-seri melihat keindahan Tuhannya?
Sungguh
manusia dapat melihat sesuatu dari ciptaan Allah di dunia ini, seperti mayang
yang elok, bunga yang segar, sayap yang mengepak, pikiran yang cerdas atau
perbutan yang bagus. Dengan merenungkan
semua ini, maka akan melimpah rasa bahagia dari hati ke raut wajah sehingga
nampak cerah dan ceria. Maka, bagaimana lagi kalau ia memandang keindahan Yang
Maha Sempurna yang tidak terikat dengan segala keindahan di alam wujud ini?
manusia tidak akan bisa mencapai pada tingkatan yang demikian itu kecuali
setelah ia lepas dari semua kendala yang menghalanginya untuk mencapai
tingkatan yang sangat tinggi lagi agung dalam angan-angan. Kendala-kendala itu
tidak hanya ada di sekitarnya, bahkan ada dalam dirinya sendiri, berupa
dorongan-dorongan kepada kekurangan dan keburukan, dan mendorong kepada sesuatu yang tidak dapat
menghantarkan untuk memandang Allah di akhirat kelak.
Adapun
masalah bagaimana cara melihatnya? Dengan anggota tubuh yang mana ia melihat?
Dan dengan sarana apa ia melihat wajah Allah? Semua itu tidak terlintas dalam
hati yang sedang mendapatkan kebahagiaan sebab informasi dari al-Qur’an, kepada
hati yang beriman dan kebahagiaan yang meluap kepada ruh, yang indah, nyata dan
merdeka.
Bagaimana
keadaan orang-orang yang menghalangi keadaan dirinya sendiri untuk mendapatkan
cahaya yang melimpahkan kebahagiaan dan kegembiraan ini? mengapa mereka sibuk
memperdebatkan seputar masalah yang mutlak, yang tidak bisa dicapai oleh akal biasa?
Naiknya
derajat manusia dan terlepasnya mereka dari keterikatan alam dunia yang
terbatas ini, yang demikian ini saja sudah menjadi terminal harapan untuk dapat
memperoleh hakikat yang mutlak pada hari itu. Sebelum mendapat kebebasan dan
kemerdekaan seperti ini, sudah terasa sebagai sesuatu yang besar bagaimana ia
membayangkan -ya semata-mata hanya membayangkan- bagaimana terjadinya pertemuan
itu.
Dengan
demikian merupakan perdebatan yang sia-sia, perdebatan panjang dan bertele-tele
yang sibuk dilakukan oleh golongan Mu’tazilah dan para penentangnya dari
golongan ahl al-sunnah dan para mutakallimin seputar hakikat masalah memandang
dan melihat Allah di tempat seperti itu (surga).
Mereka mengukurnya dengan
ukuran dunia, mereka bicarakan manusia menurut ketetapan akal di dunia dan
mereka membayangkan urusan-urusan itu dengan menggunakan sarana-sarana
pengetahuan yang terbatas lapanganya.
4.
Sasaran dan tertib ayat yang
ditafsirkan
Ditinjau
dari sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan, semua tafsir yang ada saat ini
tidak akan lepas dari kategori tahlili, nuzuli dan maudu’i. Tahlili
merupakan cara menafsirkan ayat al-Qur’an dimulai dari surat al-Fatihah sampai
surat an-Nass. Metode nuzuli adalah menafsirkan ayat al-Qur’an diurutkan
berdasarkan kronologis turunnya ayat al-Qur’an, sehingga apabila mufassir
menggunkan metode ini, ia akan memulai
tafsirnya dengan surat al-‘Alaq. Adapun metode maudu’i adalah metode
menafsirkan al-Qur’an dengan mengumpulkan ayat-ayat yang memiliki satu tema.
Berdasarkan
pemetaan tersebut, tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n masuk dalam
kategori tafsir yang menggunakan metode tahlili, karena Sayyid Qut}b
menafsirkan ayat al-Qur’a>n sesuai dengan urutan mushaf uthmani yang
dimulai dengan al-Fatihah sampai surat an-Nass.
E.
Aliran
dan kecenderungan Tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n
Mengenai
al-ittijah/al-naz’ah atau kecenderungan tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n
yang ditulis Sayyid Qut}b, para pakar menggolongkan tafsir ini dalam kategori tafsir
yang memiliki al-ittijah adaby al-ijtima’i. Menurut Al-Dhahaby,
tafsir dengan al-naz’ah adab al-ijtima’i adalah tafsir yang berusaha
menganalisa dan mengkritisi teks-teks al-Qur’a>n dengan menunjukan
ketelitian redaksinya serta mengemasnya dalam bahasa yang indah kemudian mensinergikan antara ayat-ayat
dengan problematika masyarakat yang berkembang pada saat itu.
Berdasarkan
definisi tersebut tepat kiranya apabila tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n
ini digolongkan dalam tafsir yang memiliki naz’ah adaby ijtima’i karena
selain ungkapan bahasa yang digunakan indah, Sayyid Qut}b juga berupaya
mensinergikan antara ayat-ayat yang ia tafsirkan dengan perkembangan
masyarakat. Sebagaimana contoh penafsiran surat al-Nisa’ ayat 3:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ
لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا
تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا
تَعُولُوا
Jika kamu takut tidak dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) wanita yatim (bila kamu menikahinya), mak
nikahilah wanita-wanita (lain), yang kamu senangi dua, tiga atau empat. Namun
apabila kamu takut tidak dapat berlaku adil maka (nikahilah) seorang saja atau
budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat tidak aniaya.
Sayyid Qut}b
banyak mengutip riwayat dalam menjelaskan ayat ini, diantaranya adalah :
أن غَيْلاَنَ بن سَلَمَة الثَّقَفِيّ أسلم وتحته عَشْرُ
نسوة، فقال له النبي - صلى الله عليه وسلم -: "اخْتَرْ منهنَّ أربعاً
Sesungguhnya Ghayla>n bin
Salamah al-Thaqafi> -sedang ia memiliki sepuluh orang istri- lalu Rasulullah
bersabda kepadanya, pilihlah empat orang dari mereka.
Kemudian
Sayyid Qut}b berupaya menjelaskan dengan panjang lebar alasan Islam memberi
rukhas kepada umatnya untuk melakukan poligami. Sayyid Qut}b tidak menyatakan
bahwa Islam memerintah poligami akan tetapi memberikan rukhs}as dengan
berbagai macam sebab yang ia sebutkan panjang lebar di dalam tafsirnya. Menurut
Sayyid Qut}b Islam memberikan rukhs}as kepada pemeluknya untuk melakukan
poligami karena jumlah wanita yang lebih banyak jika dibandingkan dengan
laki-laki.
Berangkat
dari masalah jumlah perempuan yang lebih banyak dibandingkan laki-laki, Sayyid Qut}b
merumuskan alternatif mengenai cara penyelesainya:
1.
Seorang lelaki menikahi satu
orang perempuan, sedang perempuan yang lainya tidak menikah selamanya.
2.
Seorang laki-laki menikah
dengan satu orang perempuan yang sah, sedang perempuan yang lain menjadi
“gundik” bagi laki-laki tersebut.
3.
Seorang laki-laki menikahi
lebih dari satu orang perempuan secara sah dan trasparan tidak menjadikan
diantara mereka sebagai simpanan.
Menurut
Sayyid Qut}b alternatif pertama sangat bertentangan dengan fitrah manusia,
karena secara fitrah perempuan membutuhkan lelaki. Alternatif kedua
bertentangan dengan kesucian agama Islam, maka alternatif ketiga merupakan
alternatif terbaik dan sesuai dengan tuntunan shara’, namun alternatif ketiga
ini memiliki syarat mampu berlaku adil kepada istri-istrinya.
Selain
ditinjau dari segi jumlah, Sayyid Qut}b juga meninjau dari segi masa subur
antara laki-laki dan perempuan. Menurut Sayyid Qut}b, laki-laki memilki masa
subur sampai usia tujuh puluh tahun bahkan lebih, sedangkan perempuan masa
suburnya berhenti pada kisaran lima puluh. Dengan demikian ada tenggang sekitar
dua puluh tahun masa subur dalam kehidupan laki-laku yang tidak diimbangi masa
subur perempuan. Menanggapi hal ini Sayyid Qut}b memaparkan tiga kemungkinan
alternatif:
1.
Melarang laki-laki melakukan
fitrahnya pada masa subur, karena dianggap tidak menjaga hak dan kehormatan
istri.
2.
Membiarkan laki-laki
menyalurkan fitrahnya kepada semua wanita dengan bebas tanpa ikatan yang jelas
(zina).
3.
Memperbolehkan laki-laki
melakukan poligami sesuai dengan tuntutan keadaan dengan tanpa menceraikan
istri yang pertama.
Di antara tiga kemungkinan alternatif di atas,
menurut Sayyid Qut}b alternatif yang sesuai dengan shara’ adalah alternatif
ketiga. Namun bukan berarti Sayyid Qut}b mendukung secara mutlak poligami, bagi
Sayyid Qut}b poligami merupakan upaya penyelesaian problem sosial, bukan untuk
memperturutkan keinginan manusia yang tidak ada batasnya. Sehingga menurutnya,
poligami yang di dasari atas keinginan berganti-ganti kekasih bukanlah ajaran
Islam.
F.
Kelebihan
dan kekurangannya
Setiap
karya tafsir tidak akan pernah lepas dari kelebihan dan kekurangan, penilain
tentang kelebihan dan kekurangan sebenarnya sangat bersifat subjektif sehingga
bisa jadi yang menurut orang lain kelebihan adalah kekurangan bagi orang lain. Adapun diantara hal yang dianggap kelebihan
tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n menurut penemuan dari Prof.
Ridlwan Nasir adalah sebagai berikut:
1.
Menurut Abu H}ayyan, bahasa
dan sastra yang digunakan oleh Sayyid Qut}b dalam menulis tafsir ini cukup
memadai.
2.
Manurut Abu al-Mundhir,
kelebihan tafsir ini terletak pada ketelitian dan kejelian Sayyyid Qut}b dalam
menafsirkan al-Qur’an
3.
Ibnu Khaldun berpendapat
bahwa kitab ini merupakan kitab terbaik dalam segi bahasa , i’rab dan
balaghahnya.
4.
Sebelum mengkaji secara rinci
tafsir sebuah surat, Sayyid Qut}b selalu memberikan gambaran umum tentang isi
kandungan surat yang akan dibahas.
5.
Menurut Shaykh Haidar, kitab
tafsir ini memiliki derajat yang tinggi tidak ada bandingannya.
Namun di
sisi lain, tafsir fi> Z}ila>l al-Qur’a>n juga memiliki
kekurangan-kekurangan, diantaranya sebagai berikut:
1.
Apabila melihat ayat
al-Qur’an yang tidak sesuai dengan pemahamannya maka akan dibelokankan agar
sesuai dengan paham yang dikehendakinya.
2.
Menurut Ibn al-Mundhir, kitab
ini banyak cela dan kekurangannya karena membela fahamnya.
3.
Menurut Ibn Khaldun, terlalu
fanatik terhadap madhabnya
4.
Sebagian ulama, sebagaiamana
keterangan yang dikutip oleh Abu Hayyan menganggap bahwa Sayyid Qut}b
mempropagandakan aliran sesat.
PENUTUP
Tafsir fi>
z}ila>l al-Qur’a>n yang ditulis oleh Sayyid Qutb merupakan tafsir
yang memiliki ciri khas tersendiri. Sayyid Qutb selalu memberikan gambaran
global mengenai isi dari sebuah surat sebelum ia membahas secara detail ayat per
ayatnya. Sayyid Qutb juga tidak tertarik membahas mengenai perbedaan mazhab dan
perbedaan pandangan ulama secara panjang lebar, bahkan ketika berbicara
mengenai ayat “melihat Tuhan”, ia malah menyatakan bahwa perdebatan yang
dilakukan antara mu’tazilah dan Suni adalah perdebatan sia-sia.
Ditinjau
dari segi sumbernya tafsir fi> zilal al-Qur’an termasuk dalam
kategori bi al-iqtiran. Apabila ditinjau dari segi keluasan tafsir ini
tergolong pada tafsir muqarin, dari segi keluasan masuk dalam kategori itnabi
dan ditinjau dari segi tertibnya merupakan tafsir yang menggunakan metode tahlili.
Adapun naz’ah-nya menurut para pakar masuk dalam kategori adaby
ijtima’i.
pembaca yang hendak download tafsir fi zilal al-qur'an versi pdf, bisa klik link download tafsir fi zilal al-Qur'an di sini
Daftar Pustaka
Comments
Post a Comment