A. Asba>b Al-Nuzu>l
Surat Al-Ah}za>b Ayat 35
1.
Teks
Ayat dan Terjemahnya
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ
وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ
وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ
وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ
اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Sungguh, laki-laki
dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan
yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak
menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala
yang besar.
2.
Asba>b al-nuzu>l surat al-Ah}za>b
ayat 35
Berdasarkan
riwayat yang ditulis oleh al-Wa>h}idy dalam buku asba>b al-nuzu>l,
surat al-Ah}za>b ayat 35 ini memiliki dua jalur riwayat asba>b
al-nuzu>l. Pertama riwayat yang disandarkan kepada Imam Muqa>til :
قال مقاتل بن
حيان بلغني أن أسماء بنت عميس لما رجعت من الحبشة معها زوجها جعفر بن أبي
طالب دخلت على نساء النبي صلى الله عليه و سلم فقلت : هل نزل فينا شئ من القرأن؟
قلن : لا, فأتت النبي صلى الله عليه و سلم فقالت : يا رسول الله إن النساء لفي
خيبة و خسارة قال : و مم ذلك قالت : لأنهن لا يذكرن في الخير كما يذكر الرجال
فأنزل الله تعلى : إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ ....
الى اخيرها
Muqa>til bin
Hayya>n berkata : Telah sampai informasi kepadaku, bahwa ketika Asma’ bin
Umais kembali ke Habashah, bersama suaminya Ja’far bin Abi T}alib, ia masuk
menemui istri-istri Nabi SAW, lalu bertanya: apakah turun suatu ayat al-Qur’an
mengenai kami (kaum wanita)?, Mereka
menjawab : tidak, kemudian Asma’ datang kepada Rasulullah seraya berkata :
wahai Rasulullah, sesungguhnya kaum wanita dalam kekecewaan dan kerugian.
Beliau bertanya : mengapa begitu?, Asma’ menjawab, karena mereka tidak
disebutkan secara baik, sebagaimana kaum laki-laki, maka Allah menurunkan ayat
: Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim.... sampai akhir ayat.
Riwayat kedua, disandarkan kepada
Qata>dah :
و قال قتادة : لما ذكر
الله تعالى أزواج النبي صلى الله عليه و سلم دخل نساء من المسلمات عليهن فقلن :
ذكرتن و لم نذكر و لو كان فينا خير لذكرنا فأنزل الله تعالى : إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ ....
الى اخيرها
Qatadah berkata, ketika Allah menyebut
istri-istri Nabi SAW, para muslimah yang lainnya datang kepada menghadap
meraka, seraya berkata : kamu (semua istri-istri Nabi SAW) telah disebut dalam al-Qur’an sedang kami tidak, apakah dalam diri kami (kaum wanita) tidak terdapat
sesuatu yang patut untuk disebut-sebut (juga),? maka Allah menurunkan ayat : Sungguh, laki-laki
dan perempuan muslim.... sampai akhir ayat.
3.
Telaah S}i>ghat
S}i>ghat asba>b
al-nuzu>l adalah redaksi yang digunakan oleh rawi dalam menceritakan asba>b
al-nuzu>l. Para rawi berbeda-beda
dalam menggunakan ta’bir atau s}i>ghat asba>b al-nuzu>l
ini, kadang rawi menggunakan
redaksi yang jelas menunjukan sebab turunya ayat seperti redaksi “sabab nuzu>l al-a>yah kadha>”
atau juga menggunakan fa’ ta’qibiyah yang dirangkai dengan kata
“turunlah ayat”. Adakalanya rawi menggunkan redaksi yang kurang jelas, bisa
jadi s}i>ghat tersebut menunjukan sebab turunnya ayat atau hanya
menerangkan hukum ayat. Diantara s}i>ghat
yang masuk dalam kategori ini adalah redaksi “nazalat ha>dhihi al-ayah fi>
kadha>” dan“ah}sibu ha>dhihi
al-ayah nazalat fi> kadha>”. Meskipun redaksi ini masih
mengandung kemungkinan sebagai asba>b al-nuzu>l, akan tetapi
secara tegas al-Zarqa>ni menyatakan bahwa s}i>ghat asba>b
al-nuzu>l yang menggunkan “nazalat hadhihi al-ayah fi kadha>”
tidak termasuk dalam kategori nas} asba>b al-nuzu>l akan tetapi
merupakan keterangan hukum dari kandungan ayat.
Berdasarkan keterangan
di atas, s}i>ghat yang digunakan dalam periwayatan asba>b
al-nuzu>l surat al-Ah}za>b ayat 35 adalah s}i>ghat s}arih
fi> al-sababiyyah, yakni s}i>ghat yang secara jelas menunjukan
sebab turunnya ayat. Hal ini karena dalam periwayatan asba>b al-nuzu>l
pada ayat ini menggunakan fa’ ta’qibiyah, yang merupakan salah satu s}i>ghat
asba>b al-nuzu>l s}ari>h. Terlepas dari s}ah}i>h}tidaknya
riwayat asba>b al-nuzu>l ayat ini, yang jelas ditinjau dari segi s}i>ghat
yang digunakan oleh rawi menunjukan bahwa riwayat ini secara jelas merupakan sebab
turunnya surat al-ah}za>b ayat 35.
4.
Telaah kaidah
Berkenaan
dengan jumlah riwayat dan ayat yang turun menyertainya, ada dua kaidah yang
selama ini dikenal dikalangan ulama. Pertama, kaidah ta’addud al-asba>b
wa al-na>zil wa>hid.
Kaidah ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan validitas
diantara riwayat-riwayat yang ada.
Menurut al-Zarqa>ni
kaidah ini paling tidak memuat empat kemungkinan. Kemungkinan pertama, satu
diantara riwayat yang ada s}ah}i>h} dan yang lain tidak s}ah}ih.
Kemungkinan kedua, semua riwayat bernilai s}ah}i>h} akan tetapi salah
satu riwayat lebih ra>jih. Kemungkinan ketiga, semua riwayat yang ada
s}ah}i>h} dan saling mendukung (mungkin untuk dikompromikan), dan kemungkinan keempat semua riwayat s}ah}i>h
}akan tetapi tidak dapat di tarji>h maupun dikompromikan sehingga
muncul teori tikra>r al-nuzu>l.
Kaidah
kedua, ta’addud al-na>zil wa al-sabab
wa>h}id. Kaidah ini merupakan kebalikan dari kaidah di atas. satu peristiwa bisa menjadi sebab bagi
turunnya dua ayat atau lebih. Contoh-contoh kaidah ini dapat dilihat dalam buku
Mana>hil al-‘Irfan karya al-Zarqani, maupun dalam buku-buku asba>b
al-nuzu>l seperti karya al-Wa>hidi dan al-Suyu>t}i.
Surat al-ah}za>b ayat
35 di atas, ditinjau dari jumlah riwayat asba>b al-nuzu>l masuk
dalam kaidah ta’addud al-asba>b wa al-na>zil wa>h}id. Meskipun
diantara dua riwayat di atas berbeda, akan tetapi secara substantif tidak
terdapat kontradiktif diantara keduanya. Secara general inti cerita dari
riwayat di atas adalah pertanyaan kaum
perempuan kenapa tidak disebutkan di dalam al-Qur’an sebagaimana kaum
laki-laki.
5.
Tafsir
Melihat
dari asba>b al-nuzu>l ayat ini, sebenarnya yang ingin ditekankan
dalam ayat ini adalah tentang peranan perempuan. Akan tetapi Allah menyebutkan
laki-laki dan perempuan dalam sifat yang sama, ini menunjukan bahwa perempuan
dan laki-laki memilki ganjaran yang sama ketika melakukan segala amal kebajikan.
Menurut Quraish Shihab, apabila dalam ayat hanya disebutkan perempuan saja,
maka akan timbul kesan bahwa perempuan tidak sama dengan laki-laki dalam hal
keberagamaan.
Ayat
di atas menyebutkan sifat-sifat yang melekat pada penganut agama Nabi Muhammad
SAW (Islam), dimulai dari sifat yang umum dan diikuti oleh
sifat-sifat lain yang lebih khusus. Sifat-sifat yang disebutkan dalam ayat ini
merupakan sifat hamba Allah yang akan diampuni segala dosanya dan dimasukan ke
dalam surga-Nya.
Sifat-sifat mereka ada sepuluh macam:
1.
Isla>m al-z}a>hir, yakni tunduk kepada
hukum Islam baik dalam ucapan maupun perbuatan
2.
Isla>m al-ba>t}in (al-i>ma>n),
yakni membenarkan dan mempercayai dengan sempurna serta tunduk terhadap
hukum-hukum agama
3.
Al-Qunu>t, maksudnya selalu
melaksanakan amal kebaikan dengan penuh ketenangan
4.
Al-S}idq, artinya benar baik dalam ucapan maupun
perbuatan. Sifat al-s}idq merupakan tanda dari keimanan. Orang yang
selalu benar dalam perkataan maupun perbuatan ia akan selamat, sebagaimana
sabda Nabi Muhammad SAW :
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي
إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِيَّاكُمْ
وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ
يَهْدِي إِلَى النَّارِ
5.
Al-S}abr, maksudnya sabar dalam menghadapi
kesukaran-kesukaran dalam beribadah dan sabar dalam menghindari shahwat (hawa
nafsu)
6.
Al-Khusu>’ dan tawadu’
kepada Allah baik jasmani maupun rohani karena mengaharap pahala dari-Nya dan
takut akan siksa-Nya.
7.
Al-Tas}adduq, artinya bersedakah
dengan harta dan memberi bantuan kepada mereka yang serba kekurangan.
8.
Al-S}awm/puasa, berpuasa merupakan ibadah yang dapat
membantu menundukan shahwat dan hawa nafsu.
9.
Hifd} al-Furu>j artinya menjaga
kemaluan dan kehormatan dai segala perbuatan yang haram dan keji.
Z}ikr Allah, selalu menyebut Allah baik dengan lisan
maupun hati.
Sifat
Isla>m, al-i>ma>n, al-Qunu>t, al-s}idq, al-s}abr, khushu>’,
al-tas}adduq, al-S}awm, Hifd} al-Furu>j dan Z}ikr Allah menurut Sayyid
Qut}b merupakan sifat yang saling mendukung dalam membentuk karekter jiwa
seorang muslim.
Sepuluh sifat ini merupakan sifat bagi hamba-Nya yang akan selalu mendapat
ampunan dan pahala yang besar dari-Nya.
B. Surat al-Ah}za>b ayat 36
1. Teks Ayat dan Terjemahnya
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى
اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
Dan tidaklah pantas
bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang
mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
pilihan (yang lain) bagi mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan
Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.
2. Asba>b al-Nuzu>l surat al-Ah}za>b ayat 36
Ada beberapa versi riwayat mengenai
sebab turunnya ayat ini, yang pertama :
أخرج الطبراني بسند صحيح
عن قتادة قال خطب رسول الله صلى الله عليه و سلم زينب وهو يريدها لزيد فظنت انه
يريدها لنفسه فلما علمت انه يريدها لزيد أبت فأنزل الله : وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ..ألآية
فرضيت و سلمت
Diriwayatkan oleh al-T}abrani
dengan sanad s}ah}i>h}dari Qata>dah, ia berkata : Rasulullah SAW
melamar Zainab untuk Zaid. Namun Zainab mengira Rasulullah sendiri yang ingin
menikahinya. Setelah tahu bahwa Rasulullah melamarnya untuk Zaid, Zainab
menolaknya. Maka Turunlah ayat: “Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin
dan perempuan yang mukmin,” setelah turun ayat ini Zainab akhirnya menerimanya.
Riwayat kedua, disandarkan kepada Sahabat Ibn ‘Abba>s
:
أخرج ابن جرير من طريق عكرمة عن ابن عباس قال : خطب رسول الله صلى الله
عليه و سلم زينب بنت جحش لزيد ابن حارثة فاستنكفت منه و قالت أنا خير منه حسبا فأنزل الله : وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا
مُؤْمِنَةٍ.. ألآية كلها. وأخرج ابن جرير من طريق العوفي عن ابن عباس مثله
Diriwayatkan oleh Ibn
Jari>r dari jalur ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata : Rasulullah melamar
Zainab binti Jah}sh untuk Zaid bin Ha}>rithah. Maka Zainab menolaknya, ia
berkata : jalur keturunanku lebih baik dibanding dengannya. Maka turunlah ayat
“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin,” dan
seterusnya. Dikeluarkan oleh Ibn Jari>r dari jalur al-‘Aufy> dari Ibn
Abba>s riwayat yang sama.
Riwayat ketiga diisnadkan kepada sahabat Zaid :
وأخرج ابن أبي حاتم عن زيد قال نزلت في أم كلثوم بنت عقبة بن أبي معيط و
كانت أول امرأة هاجرت من النساء فوهبت نفسها للنبي صلى الله عليه و سلم فزوجها زيد
بن حارثة فسخطت هي و أخوها قالا إنما أردنا رسول الله صلى الله عليه و سلم فزوجنا
عبده فنزلت
Diriwayatkan oleh Ibn
Abi> H}a>tim dari Zaid, ia berkata : ayat ini turun berkenaan dengan Ummi
Kulthu>m binti ‘Uqbah bin Abi> Mu’i>t}, seorang wanita pertama yang
ikut hijrah ke Madinah, yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah (untuk
dinikahi). Namun kemudian Rasulullah menikahkannya dengan Zaid bin
H}a>rithah, Ummi Kulthu>m dan saudaranya tidak menyukainya, mereka
berkata : Sesungguhnya kami menginginkan Rasulullah (untuk menikahi Zainab)
tapi justru dinikahkan kepada hambanya. Maka turunlah ayat ini.
3.
Telaah s}i>ghat
Dilihat dari s}i>ghat
yang digunakan oleh rawi dalam meriwayatkan asba>b al-nuzu>l di
atas, dapat disimpulkan bahwa riwayat yang disnadkan kepada Qata>dah dan Ibn
‘Abbas merupakan riwayat yang secara s}ari>h menunjukan sebab turunnya
ayat. Karena dua riwayat di atas menggunakan fa’ ta’qibiyyah, yang
merupakan s}i>ghat s}ari>h fi> sababiyyah. Adapun
riwayat terakhir yang diisnadkan kepada
Zaid menggunakan s}i>ghat muh}tamilah yang belum dapat
dipastikan apakah riwayat tersebut adalah sebab turunnya ayat atau penjelasan
hukum yang dikandung ayat. Namun apabila berpedoman dengan teori yang
diungkapkan oleh al-Zarqa>ni, maka riwayat ketiga tidak termasuk dalam nas}
s}ari>h} sebab turunnya ayat, riwayat ini merupakan
penjelasan hukum yang dikandung ayat tersebut.
4.
Telaah kaidah
Seperti
pada ayat sebelumnya, pada ayat ini kaidah yang digunakan berkenaan dengan
jumlah riwayat serta ayat yang turun bersamanya adalah ta’addud al-asba>b
wa al-nazi>l wa>h}id. Artinya riwayat asba>b al-nuzu>l
lebih dari satu (berbilang) sedang ayat yang turun hanya satu. Sebagaimana yang
dapat dilihat dalam beberapa riwayat di atas.
Menurut kesimpulan yang
diambil oleh Sayyid Qut}b, pesan dari ayat ini tidak terbatas pada kasus-kasus
tertentu saja, sebagaimana yang tercantum dalam riwayat asba>b
al-nuzu>l ayat ini. Namun lebih umum dan luas, Sayyid Qut}b menyebutnya
dengan nas} al-‘a>yah a’am min ayy ha>}dith kha>s}. Kaidah Sayyid Qut}b ini hemat penulis sama
dengan kaidah al-‘ibrah bi ‘umu>m al-lafz} la> bi khus}u>s}
al-sabab. Dengan demikian ayat ini tidak hanya berlaku untuk Zainab binti
Jahs akan tetapi berlaku umum untuk semua umat Islam.
5.
Tafsir
Berdasarkan
riwayat asba>b al-nuzu>l di atas, beberapa ulama tafsir seperti
al-Qurt}uby dan Hamka mengambil kesimpulan, bahwa ajaran Islam tidak
mementingkan al-kafa>‘ah (perkawinan yang di dasarkan atas nasab/garis
keturunan). Al-kafa>‘ah menurut al-Qurt}uby hanya dalam urusan agama
tidak dalam hal nasab. Selain berdasarkan riwayat asba>b al-nuzu>l
ayat ini, al-Qurt}uby juga mengungkapkan fakta sejarah pada masa awal Islam
terdapat sahabat Nabi yang dulunya dari golongan budak menikah dengan sahabat
Nabi dari golongan bangsawan.
Sebenarnya
masih terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai al-kafa>‘ah
dalam pernikahan. Sebagain ulama seperti Imam Hanifah menyatakan bahwa kabilah
Quraish dengan kabilah Quraish adalah sekufu, bangsa Arab dengan bangsa Arab
adalah sekufu. Kabilah Arab tidak ada yang sekufu dengan kabilah Quraish dan
bangsa ‘Ajam tidak ada yang sekufu dengan bangsa Arab. Bahkan Sufyan al-Thaury
berpendapat jika terjadi pernikahan antara bekas budak dan wanita Arab,
pernikahan tersebut harus di-fasakh.
Salah
satu hadis yang digunakan oleh kelompok setuju dengan al-kafa>‘ah
dalam pernikahan adalah hadis riwayat dari Abdullah bin Umar:
الْعَرَبُ
أَكْفَاءٌ بَعْضُهَا بَعْضًا قَبِيلٌ بِقَبِيلٍ، وَرَجُلٌ بِرَجُلٍ وَالْمَوَالِي
أَكْفَاءٌ بَعْضُهَا بَعْضًا قَبِيلٌ بِقَبِيلٍ، وَرَجُلٌ بِرَجُلٍ إِلَّا حَائِكٌ
أَوْ حَجَّامٌ
Orang-orang Arab sekufu satu
dengan lainnya, satu kabilah dengan kabilah lainnya, laki-laki sekufu dengan
laki-laki lainnya, dan orang-orang mawali
sekufu antara satu dengan lainnya, kabilah satu dengan kabilah lainnya,
laki-laki sekufu dengan laki-laki lainnya
kecuali penenun dan tukang bekam.
Sedang Imam
Malik yang menyatakan al-kafa>‘ah hanya dalam hal agama saja, agaknya
pendapat yang lebih bisa diterima. Al-Qurt}uby
juga berpendapat bahwa diperbolehkan mawa>li> menikah dengan
bangsa Arab ataupun suku Quraish.Tidak
ada sistem kufu karena yang dinilai Allah adalah derajat ketaqwaannya
sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Wahai manusia, sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa.
Sungguh Allah Maha Mengetahui, Meneliti.
Menurut Hamka
sistem al-kafa>‘ah dalam nasab hanya akan menimbulkan masyarakat
feodalisme yang kejam. Karena nasab akan selalu lebih diunggulkan dari pada
agama. Orang yang baik agamanya akan kalah dengan orang yang bernasab baik
meskipun agamanya kurang baik.
Padahal Rasulullah SAW bersabda:
"إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ
خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ، إِلَّا تَفْعَلُوه تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي
الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
Apabila telah datang kepada kamu orang yang kamu senangi
akhlak dan agamanya maka nikahilah. Jika tidak kamu lakukan, maka akan timbul fitnah dan kerusakan yang banyak.
Dengan
argumen ini maka al-kafa>‘ah nasab
bukanlah hal yang disyaratkan dalam pernikahan. Seandainya al-kafa>‘ah
ini merupakan syarat pernikahan maka Rasulullah tidak mungkin akan menikahkan
Zaid bin H}a>rithah yang notabenya seorang bekas hamba sahaya dengan Zainab
binti Jahs yang nasabnya (garis keturunan) lebih baik dibanding dengan Zaid.
C.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa Surat al-Ahzab ayat 35 menjelaskan tentang sepuluh sifat yang bisa
mengantarkan kepada Surga. Ayat ini juga mengandung makna tidak ada
diskriminasi dalam Islam, siapa saja yang yang memiliki sifat-sifat yang
disebutkan oleh ayat ini baik lelaki maupun perempuan, semua akan mendapatkan
pahala yang besar dari sisi-Nya.
Adapun ayat ke 36 seolah menjadi bantahan terhadap budaya
“sekufu” dalam nasab untuk melangsungkan pernikahan. Sekufu hanya ada dalam hal
agama, sekufu nasab hanya akan menimbulkan masyarakat feodalisme yang jahat.
Memandang rendah jalur keturunan orang lain yang menurutnya tidak sederajat
dengannya. Meskipun masih terdapat
selisih pendapat diantara ulama tentang konsep sekufu nasab dalam pernikahan,
penulis setuju dengan Maliki yang menyatakan bahwa sekufu hanya dalam hal agama
tidak dalam hal nasab.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahnya
Amrullah, Haji Abdul Malik Karim. Tafsir al-Azhar. Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1984.
Depag, al-Qur’an
dan Tafsirnya. Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
Mara>ghi (al),
Ahmad Mus}t}afa Tafsi>r al-Mara>ghi>. Mesir: Shirkah Maktabah
wa Mat}ba’ah Mus}t}afa al-Ba>ni>, 1946.
Qat}t}an (al), Manna>’ Maba>hi}th fi> ‘Ulu>m
al-Qur’a>n. Kairo: Maktabah Wahbah, 2000.
Qurt}uby (Al), Abi>
Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr. al-Ja>mi’ li ahka>m
al-Qur’an. Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 2006.
Qut}b, Sayyid. fi>
Z}ila>l al-Qur’a>n. t.t.p.: Mimbar al-Tawhid wa al-Jiha>d, t.t.
Shihab, M.
Quraish. Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2004.
Suyu>t}i (al),
Jala>l al-Di>n Abd al-Rahma>n. Luba>b al-Nuqu>l fi>
Asba>b al-Nuzu>l . Bairut: Da>r al-Kutu>b al-‘Ilmiyah, 2012.
Wa>hidi>
(al), Abi al-Hasan ‘Ali bin Ahmad. Asba>b al-Nuzu>l. Kairo:
Da>r al-H}adi>th, 2003.
Zarq>ani(al) ,
M. Abd al-Ad}i>m. Manahi>l al-‘Irfa>n. Bairut: Da>r al-Fikr,
1988.
Comments
Post a Comment