on
asbab nuzul
- Get link
- X
- Other Apps
Sebagaimana
yang telah dijelaskan di tulisan awal, bahwa penulis mengikuti pendapat Imam
al-Syafi’i dalam hal tertib ayat surah al-Fatihah. Maka, surat ke-limanya
adalah:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya
kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon
pertolongan.
Secara
sepintas lalu ayat ini dapat dipahami sebagai bentuk “ikrar” seorang muslim
bahwa ia tidak menduakan Allah swt, baik dalam hal Ibadah maupun memohon
pertolongan. Namun demikian, bagaimana penafsiran ulama tentang ayat ini?
Berikut
penjelasan singkat dari beberapa kitab tafsir:
Menurut
al-Baghawi dalam kitab Ma’a>li>m al-Tanzi>l fi> Tafsi>r
al-Qur’a>n, maksud lafadz na’budu adalah nuwah}h}iduka wa
nu’t}i>ka (mengeskan Engkau dan menaati Engkau).[1] Artinya ketika kita membaca
lafadz iyya>ka na’budu berarti kita mengikrarkan diri sebagai muslim
yang mengesakan Allah swt dan siap mentaati semua perintah untuk beribadah dan
menjauhi segala larangan-Nya.
Kemudian
apakah yang dimaksuk dengan ‘ibadah atau penyembahan?
Masih
menurut al-Baghawi, ia mendefinisikan ibadah dengan al-t}a>’ah ma’a
al-tad}allul wa al-khudu>’[2]
yakni bentuk ta’at yang disertai dengan rasa hina lagi hormat. Kesadaran
akan kehinaan diri sebagai hamba yang tidak memiliki daya upaya harus kita
hadirkan ketika menghadap beribadah kepada Allah swt. Sebab seseorang disebut “hamba”
(dalam istilah Arab ‘al-Abd) dikarenakan ia kehinaan dan kepatuha-Nya.
Oleh karena itu, jika kita mendaku diri sebagai hamba yang Allah swt, maka
jelas kita harus merasa hina dihadapan-Nya serta mematuhi segala perintah-Nya.
Apalagi
menurut Izzu al-Di>n bin ‘Abd al-Sala>m dalam kitab Tafsi>r al-Qur’a>n
menyatakan bahwa ibadah merupakan bentuk tertinggi dari penghormatan dan tidak
ada yang berhak akan hal ini kecuali Allah swt.[3] Hal ini kemudian menjadi
maklum, ketika ayat iyya>ka na’budu diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dengan “Hanya kepada Engkau kami menyembah”.
Berikutnya
potongan ayat iyya>ka nasta’in (hanya kepada Engkau kami memohon pertolongan).
Imam Jala>l al-Di>n al-Mahalli menjelaskan maksud potongan ayat ini
dengan nat}lubu al-ma’unah ‘ala al-‘ibadah wa ghairuh.[4]
Maksudnya meminta pertolongan baik dalam hal Ibadah maupun di luar ibadah.
Hal
ini selaras dengan satu riwayat yang dikutip oleh Jalal al-Di>n al-Suyuti
dalam kitab al-Dur al-Manthu>r merujuk kepada Ibn Jari>r. Bahwa Iyya>ka
nasta’in maksudnya adalah nasta’in ‘ala t}a’ah wa ‘ala umurina>
kulliha> [5] yakni memohon
pertolongan agar dapat melakukan ketaatan dan memohon pertolongan atas segala
problematika kita. Artinya baik aspek ibadah maupun non-ibadah hati kita harus
selalu memohon pertolongan kepada Allah.
Jika
kemampuan ibadah dan kemudahan urusan hidup kita karena pertolongan Allah swt,
maka kenapa kadang kita masih menanggap hina orang lain yang nampak belum shalih?
Wallahu’alam bishawab
[1]Imam Al-Baghawi,
Ma’a>lim al-Tanzi>l fi Tafsi>r al-Qur’a>n juz 1 (Bairut: Dar Ihya>’ al-Thurath, 1420
H hal, 75
[2]Ibid
[3]Izzudin
Bin Abd Salam, Tafsi>r al-Qur’a>n (wa huwa iktisha>r litafsi>r
al-Mawardi), juz 1, (Bairut: Dar Ibn Hzm, 1996 )hal 91
[4] Jaludin
al-Mahalli wa Jalaludin al-Suyuti, Tafsir al-Qur’a>n al-Kari>m aw
Tafsi>R Jala>layn. juz 1 (Kairo: Da>r al-Hadith,tth),hal 2.
[5]Jala>ludin al-Suyuti, al-Dur al-Manthu>r, (Bairut: Da>r al-Fikr, tth), hal 37
Comments
Post a Comment