BIOGRAFI AL-SA'DI DAN METODE TAFSIRNYA

 

             


     

                   Biografi Imam al-Sa’di

Nama lengkapnya adalah ‘Abdurrahman bin Nashir al-Sa’dy, lahir pada tanggal 7 Desember 1889 Masehi bertepatan dengan 12 Muharram 1307 Hijriah di ‘Unaizah, al-Qashim, Saudi Arabia. Merupakan penganut madhab Hanafi, dan merupakan ulama yang terpengaruh oleh pemikiran Ibn Taimiyyah, Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah, Shalih bin ‘Utsman dan Muhammad bin ‘Abd al-Wahab. Beberapa pemikirannya kemudian diteruskan oleh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, dan ‘Abdul ‘Azizi al-Thuraifi.[1]

Sejak usia empat tahun ia telah ditinggal wafat oleh ibunya, dan diusianya yang ke-7 ia ditinggal wafat juga oleh ayahnya. Meski tumbuh sebagai anak yatim, namun ia tumbuh dengan baik, ia memiliki kecerdasan dan hasrat yang tinggi untuk memperdalam ilmu agama. Kecerdasan dan keuletannya dalam mempelajari ilmu agama dibuktikannya dengan buah karyanya dalam bidang tafsir yakni Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan.

Setelah ditinggal wafat oleh ayahnya, di usia yang ke-11 ia telah menghafal Alquran di luar kepala. Ia belajar ilmu agama pada banyak ulama yang ada di daerahnya, juga ulama yang datang dari luar daerahnya. Dan pada usia 23 tahun ia sudah diberi mandat untuk mengajarkan ilmunya, sampai pada akhirnya ia memiliki banyak murid yang berguru kepadanya. Ulama yang pertama kali mengajarkannya ilmu agama adalah Ibrahim bin Hamd bin Jasir, kemudian ia belajar Ilmu Fiqih, Bahasa Arab dan yang lainnya kepada gurunya yang lain yakni Muhammad bin ‘Abdul Karim al-Syibli. Ia juga mendapatkan ilmu Tauhid, Fikih, Tafsir, Ushul dan Bahasa Arab dari gurunya yang lain Syekh Shalih bin al-‘Utsman al-Qadhi yang merupakan seorang qadhi di ‘Unaizah.

Syekh Shalih adalah ulama yang tercatat paling lama menjadi guru bagi Imam al-Sa’dy, yakni sampai beliau wafat. Tidak berhenti disitu Imam al-Sa’dy kemudian belajar lagi kepada ‘Abdullah bin ‘Ayidh, Syekh Sha’b al-Tuwaijiri, Syekh ‘Ali al-Sinani, Syekh ‘Ali al-Nashir Abu Wadi. Dari mereka Imam al-Sa’di menyampaikan yang ia miliki dan ia mendapat ijazah hadis –dalam hal ini kutubussittah- dari beberapa ulama tersebut. ia juga belajar dari Muhammad bin Syekh ‘Abdul ‘Aziz al-Muhammad al-Mani’ –Mudir al-Ma’arif fi al-Mamlakah alArabiyyah- di ‘Unaizah. Di antara ulama yang telah memberikan beliau ijazah sebuah riwayat adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad Ziyad dalam Fathul Jalil, adalah Shalih bin ‘Utsman al-Qadhi, Ibrahim bin Shalih bin ‘Isa, Muhammad al-Amin Mahmud alSyinqithi, ‘Ali bin Nashir Abu Wadi, dan ‘Abdul Hayy al-Kattani.[2]

Imam al-Sa’dy sangat pakar sekali di bidang fikih dan ushul fikih. Ia berpegang teguh dengan madhab Hanbali sebagaimana yang telah kamis singgung di muka, hal ini karena ketertarikannya dengan guru-gurunya. Tulisan pertamanya adalah dalam bidang fikih tersusun dalam nadh rajaz yang terdiri dari 400 bait dan ia memberikannya syarah (penjelasan) secara ringkas. Semasa hidupnya ia gemar sekali membaca karya-karya Ibn Taimiyah dan Ibn Qayyim al-Jauziyyah, dari kedua ulama tersebut ia terinspirasi untuk berkarya di banyak bidang, seperti Ushul, Tauhid, Tafsir, dan Fikih serta ilmu-ilmu agama lain yang bermanfaat.

Semasa hidupnya ia pernah mendirikan al-Maktabah alWathaniyyah di Unaizah pada tahun 1359/1360 Hijriyah. Pernah dicalonkan sebagai Qadhi di ‘Unaizah pada tahun 1360 Hijriyah namun ia menolak karena ketawadhuannya. Kesehariannya adalah mengajar, berceramah, berkhutbah, menjadi imam, mufti dan banyak lagi kegiatan-kegiatan keagamaan yang ia geluti. Pada akhirnya Imam al-Sa’dy menghembuskan nafas terakhirnya setelah usianya menginjak 69 tahun pada malam kamis 23 Jumadil Akhir tahun 1376 Hijriyah di kota Unaizah, al-Qashim.[3]

Karya-karya Imam al-Sa’dy

Dari beberapa karya yang pernah ia tuliskan yang paling populer adalah karyanya di bidang tafsir, yakni Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan. Ia menuliskannya dalam 8 jilid. Ia menyelasaikan tulisannya ini pada tahun 1344 Hijriyah, tulisannya ini sendiri tercatat telah berulang kali dicetak. Karyanya yang lain adalah Irsyad Uli al-Abshar wa al-Albabli Ma’rifat al-Fiqh bi Aqrab al-Thuruq wa Aisar alAsbab. Tulisan ini disusun berdasarkan pertanyaan dan jawaban, karyanya ini di Percetakan al-Taqarri di Damaskus pada tahun 1365 Hijriyah dengan dana yang ia miliki dan dibagikan secara gratis.

Karyanya selanjutnya adalah al-Durrah al-Mukhtasharah fi Mahasin al-Islam yang dicetak di Percetakan Anshar al-Sunnah pada tahun 1366 Hijriyah. Di samping itu ia juga menulis beberapa karyanya yang lain seperti al-Qawaid al-Hisan li Tafsir al-Quran (terbit tahun 1366 H), Tanzih al-Din wa Hamalathu wa Rijaluhu min maa Iftaraahu al-Qashimii fi Aghlaalih (terbit tahun 1366 H), al-Haqq al-Wadhih al-Mubin fi Syarh Tauhid al-Anbiya’ wa al-Mursalin, al-Qaul al-Sadid fi Maqashid al-Tauhid (terbit tahun 1367 H), Taisir al-Lathif al-Mannan fi Khulashah Tafsir al-Quran, danyang terakhir al-Riyadh al-Nadhirah.

 Ditambah lagi Imam al-Sa’dy juga memiliki banyak sekali kitab syarah (penjelasan), ta’liq (komentar terhadap kitab lain), serta kumpulan fatwa-fatwanya dalam berbagai macam kasus. Tujuan dari pada semangatnya untuk berkarya tidak lain adalah untuk menyebarkan ilmu agama dan mencari pahala dari yang Maha Kuasa.

Model Tafsir Imam al-Sa’dy: Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan

Tafsir Imam al-Sa’dy memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan karya-karya tafsir lainnya. Hal ini diutarakan oleh Syekh al-Utsaimin dalam mukadimahnya terhadap tafsir Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam alManan, ia mengungkapkan setidaknya, tafsir ini memiliki enam keunggulan.[4]

1.      Memiliki ibarat yang mudah dan jelas sehingga dapat dipahami oleh orang yang pakar dalam bidang tafsir ataupun orang pada umumnya.

2.      Imam al-Sa’dy menghindari ungkapan-ungkapan yang tidak berfaedah dan terlalu bertele-tele sehingga mencampur adukkan pemikiran yang tidak jelas.

3.      Imam al-Sa’dy menghindari menyebutkan perbedaan pendapat, kecuali perbedaan pendapat tersebut kuat memang harus diutarakan. Ini adalah suatu hal yang bagus agar pembaca terfokus kepada tafsir yang hendak disampaikannya.

4.      Dalam beberapa ayat yang menyebut sifat-sifat Allah, Imam al-Sa’dy secara konsisten berpegang teguh kepada manhaj salaf. Ia tidak melakukan tahrif (merubah makna) maupun takwil (melakukan penakwilan). Dan ini merupakan suatu hal mendasar yang berkaitan dengan akidah.

5.      Imam al-Sa’dy sangat dalam, dalam melakukan istinbath hukum, hikmah dan faedah-faedah lainnya. Hal ini terlihat ketika ia menjelaskan tentang wudhu dalam surah al-Maidah di mana ia menyebut 50 istinbath hukum demikian pula ketika ia menjelaskan tentang Sulaiman dan Dawud dalam surah Shad.

6.      Di samping itu kitab tafsir ini merupakan kitab tafsir yang memuat pendidikan dan akhlak, hal ini jelas ketika ia menafsirkan firman Allah dalam surah al-A’raf ayat 199.

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma ́ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.

Dalam keterangan lain, ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Aqil juga berkomentar yang sama dengan al-Utsaimin bahwa kitab Tafsir Imam al-Sa’dy memiliki gaya bahasa yang sangat mudah dipahami, yang tidak samar dan sangat jelas. Diungkapkan dengan bahasa yang singkat dan tidak terlalu berpanjang-panjang kata. Ada beberapa tema yang menjadi konsentrasinya dalam menulis kitab ini, yakni tentang akidah salaf, tentang mengharap rida Allah, istinbath hukum-hukum syariat, qawaid dan ushul, dan beberapa hal lain yang berkaitan dengan penafsiran. Yang paling menjadi perhatiannya adalah persoalan akidah tentang ayat-ayat sifat, yang sesuai dengan akidah salaf.[5]

‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Aqil mengisahkan bahwa dirinya pernah mendengarkan secara langsung halaqah Imam al- Sa’dy di Masjid Jami di Unaizah. Ia mengaku merupakan orang yang juga menginisiasi untuk dibukukannya semua pelajaran tersebut, sehingga dicetaklah jilid yang ke-lima pada tahun 1375 H.[6]

Sebagai contoh ketika menafsirkan firman Allah surah alFatihah.

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”

Menurutnya, kata ism(=nama) dalam kalimat di atas merupakan bentuk mufrad yang diidhafahkan atau disandarkan. Itu berarti mengandung makna seluruh nama yang dimiliki oleh Allah SWT atau Asma’ al-Husna.Sedangkan “Allah” sendiri dalam rangkaian kalimat di atas adalah al-Ma’luh al-Ma’bud, yakni Yang Dituhankan dan Yang Disembah.Zat satu-satunya yang berhak untuk diibadahi, oleh sebab itu Dia disifati dengan sifatsifat ketuhanan, yakni sifat yang maha sempurna.Dua di antara sifatnya adalah al-Rahman dan al-Rahim (Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang).Dua nama ini menunjukkan bahwa Allah SWT mempunyai rahmat yang sangat luas yang meliputi segala sesuatu, Allah menetapkan rahmatnya bagi orang-orang yang bertakwa yang mengikuti para nabi yang diutus-Nya. Bagi mereka rahmat yang mutlak, adapun orang selain mereka tetap mendapatkan sebagian dari rahmat tersebut.[7]

Menurut al-Sa’dy terdapat kaidah umum yang ditetapkan oleh ulama salaf, yakni bahwa keimanan kepada Allah SWT, meliputi keimanan kepada nama dan sifat-sifat-Nya. Seperti bahwa Allah memiliki sifat rahmat dan rahim, wujud dari sifat tersebut adalah nikmat-nikmat Allah yang dirasakan oleh manusia dan makhluk lainnya.[8]

Tafsir Taisir al-Karim ini disusun berdasarkan urutan surah dalam Alquran, setiap selesai menampilkan surah dijelaskan satu persatu makna dalam surah tersebut kemudian diberikan penjelasan secara bahasa dan maknanya. Benar sekali apa yang diutarakan oleh al-Utsaimin dan ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Aqil bahwa kitab tafsir ini tidak begitu kompleks seperti tafsir-tafsir lainnya. Tata bahasanya sederhana dan penjelasan yang cukup singkat, serta banyak memberikan porsi kepada akidah salaf.

bagi para pembaca yang hendak memiliki tafsir al-Sa'di versi pdf, sila klik tautan download tafsir al-sa'di di sini




[1]Shahifah ‘Unaizah al-Yaum bisa diakses di www.onaizatoday.com

[2]uhammad Ziyad, Fath al-Jalil fi Tarjamah, cet. 3, h. 359-362

[3]‘Ulama Najd Khilal Tsalatsah Qurun, juz 3, h. 250

[4]‘Abd al-Rahman bin al-Nashir al-Sa’dy, Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir al-Kalam al-Mannan, tahqiq: ‘Abdurrahman bin Mu’alla, (Saudi Arabia: Dar al-Salam li al-Nasyr wa al-Tauzi’, cet. 2, 1422 H), h. 8

[5]Abd al-Rahman bin al-Nashir al-Sa’dy, Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir al-Kalam al-Mannan, tahqiq: ‘Abdurrahman bin Mu’alla, h. 7

[6]Abd al-Rahman bin al-Nashir al-Sa’dy, Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir al-Kalam al-Mannan, tahqiq: ‘Abdurrahman bin Mu’alla, h. 7

[7]Abd al-Rahman bin al-Nashir al-Sa’dy, Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir al-Kalam al-Mannan, tahqiq: ‘Abdurrahman bin Mu’alla, h. 27

[8]Abd al-Rahman bin al-Nashir al-Sa’dy, Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir al-Kalam al-Mannan, tahqiq: ‘Abdurrahman bin Mu’alla, h. 27

Comments