on
asbab nuzul
- Get link
- X
- Other Apps
Biografi Imam
al-Zamakhsari
Al-Zamakhsyari lahir pada 27 Rajab 467 H/1074
M di Zamakhsyari, salah satu desa di Khawarizmi, kawasan Turkistan, Rusia.
Az-Zamakhsyari mempunyai nama lengkap Abu al-Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad
bin Ahmad bin Umar al-Khawarismi azZamakhsyari. Az-Zamakhsyari menyandang
sebuah gelar yang diberikan kepadanya ketika bermukim di Mekah yaitu Jarullah.
Namun ia lebih dikenal dengan panggilan az-Zamakhsyari karena dinisbahkan pada
desa Zamakhsyar.[1]
Az-Zamakhsyari adalah seorang yang sangat
terpelajar, baik dalam hal agama maupun dalam ilmu-ilmu bahasa.AzZamakhsyari
memiliki aliran Mu’tazilah, namun karyanya dianggap salah satu karya tafsir
penting oleh para ulama Sunni. Zamakhsyari memaknai hadis secara analitis dalam
karyanya, tetapi tidak mengindahkan rantai para penutur ataupun keabsahan teks
aktual yang dipindahkan.[2]
Pendidikan az-Zamakhsayari pertama kali ia
dapatkan dari orang tuanya. Kemudian mengembara ke Bukhara untuk memperdalam
ilmu. Di sana ia mendalami ilmu sastra kepada Abu Hasan bin al-Muzhaffar
an-Naisaburi dan Abu Mudhar Mahmud bin Jarir aadh-Dhabbi al-Ashfahani (w. 507
H). Ia juga pernah belajar dengan ulama fakih, hakim tinggi dan ahli hadis
yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Ali ad-Damighani (w. 496 H). Sedangkan ilmu
nahwu ia pelajari dari Abdullah bin Thalhah al-Yabiri.[3]
Imam az-Zamakhsyari adalah sosok yang gigih
dalam melakukan perjalanan ilmu.Ia sangat sering berpindah-pindah tempat,
berpergian ketempat satu ke tempat lainnya. AzZamakhsyari pernah berdiam di
Baghdad, Khurasa dan Quds (Palestina).Ia menghabiskan waktu mengarang kitab di
Kasyaf lamanya sama seperti masa kekhalifahan Abu Bakar yaitu dua tahun
beberapa bulan. Imam az-Zmakhsyari berkata: “Allah telah memberika taufik dalam
mengarang buku tersebut, yang lamanya seperti lama masa khalifah Abu Bakar.
Padahal menyempurnakan buku seperti itu tidak kurang dari tiga puluh tahun,
tetapi Allah memberikan keberkahan, hal ini tidak lain karena agungnya
baitullah al-haram ini. Aku berdoa kepada Allah agar menjadikan usaha kerasku
sebagai penyelamat dan pemberi cahaya terang khusus bagiku kepada jalan yang
lurus”. Buku yang dikarang oleh az-Zamakhsyari ditulis pada akhir hayatnya.
Buku itu dikarang setelah ia melakukan pengkajian mendalam terkait tafsir, yang
mana hal tersebut menghasilkan natijah yang sukses. Yaitu dengan mengimlakan
tafsirnya tersebut kepada orang lain. Ia berkata: “Aku telah mengimlakan
masalahmasalah dalam surah al-Fatihah dan beberapa pembicaraan dalam surah
al-Baqarah. Di sini aku menemukan bahwa pembicaraan ini sangat mengasyikkan,
karena memuat beberapa pertanyaan yang langsung disertakan jawabannya. Aku
sangat memperhatikan masalah ini agar bisa dijadikan hujjah dan dalil bagi
mereka yang membacanya..”. Setelah percobaan tersebut berhasil, maka
orang-orang berdatangan menemuinya dari berbagai penjuru, abik dari dalam
maupun luar daerah, untuk belajar dan mencari faedah dengannya.[4]
Az-Zamakhsyari tidak pernah menikah, ia
membujang seumur hidupnya. Sebagian ulama mengatakan bahwa alasan ia membujang
adalah karena ia sibuk menuntut ilmu dan menulis karya yang fokus
mengerjakannya dan butuh perhatian serius. Namun ada beberapa sumber menyebutkan,
banyak faktor yang membelatarbelakangi bahwa az-Zamakhsyari membujang, seperti
kemiskinan, ketidakstabilan hidup cacat jasmani yang dideritanya.
Az-Zamakhsyari dikenal sebagai ilmuwan besar dalam bidang bahasa dan
retorika.Ia menganut mazhab Hanafi dan pendukung aliran Mu’tazilah. Bahkan,
julukan al-Imam al-Kabir (mahaguru) disandangnya karena kedalaman ilmunya pada
ranah tafsir Al-Qur’an, hadis, gramatika, filologi, seni deklamasi, serta ahli
syair dalam bahasa Arab meski is berasal dari Persia. Az-Zamakhsyari wafat pada
538 H, ia mewarisi beberapa karya dalam berbagai bidang ilmu Terkait dengan
ilmu dibidang tafsir, az-Zamakhsyari mewarisi kitab tafsi ryang duberi nama
dengan tafsir al-kasysyaf. Tafsir az-Zamakhsyari lebih menekankan pejelasan-penjelasan
linguistik, dia ahli bahasa Arab. Gagasan Mu’tazilahnya tidak terlalu tegas,
sehingga beberapa komentar telah ditulis untuk menentukan di mana dan bagaimana
bias teologinya itu mempengaruhi karyanya.[5]
Karya
az-Zamakhsyari
Di antara karya az-Zamakhsyari adalah Tafsir
al-Kasysyaf, Diwan al-Adab, Rabi’ al-Abrar, Asas al-Balagah, al-Anmuzaj fi
an-Nahwi, an-Nasaih as-Sigar, al-Fa’iq fi Garib al-Hadis, Maqamat
az-Zamakhsyari dan Nawabi’ al-Kalam fi al-Lugah.
Tafsir karya az-Zamakhsyari adalah Al-Kasysyaf
‘an Haqa’iq Gawamid at-Tanzil wa Uyun al-Aqawil fi Wujuh at-Ta’wil. Tafsir
al-Khasysyaf merupakan salah satu bentuk tafsir bir ra’yi (tafsir yang
mengedepankan penggunaan rasio).Dalam tafsirnya, azZamakhsyari memberikan ruang
lebar bagi kreativitas akal dalam memahami kandungan Al-Qur’an. Jarang sekali
ia mendasarkan penafsiran pada riwayat, baik hadis maupun pandangan ulama.[6]
Pengarang kitab al-Kasyaf memberikan dua sifat
dan dia sebutkan kedua sifat itu tanpa ragu.Sifat pertama, yaitu tafsir yang
beraliran Mu’tazilah. Bahkan pengarangnya mengungkapkan “Apabila kamu ingin
minta izin dengan pengarang kitab al-kasyaf ini, maka sebutlah namanya dengan
Abdul Qasim al-Muktazili”, ia memberikan penekanan dengan Abul Qasim yang
Mu’tazilah. Dari kalimat tersebut sudah tergambar bahwa ada indikasi tentang
mu’tazilah.Dari pertama hingga akhir, Imam Zamakhsyari selalu berpegang dengan mazhab
Mu’tazilah dalam menafsirkannya. Ia menafsirkan ayat dengan penafsiran yang
berbeda dengan mazhab ahlusunnah. Sebagaimana diketahui bahwa Al-Qur’an
bukanlah sebuah kitab mazhab, jika ditafsirkan dengan landasan sebuah aliran,
maka nilai kemurniannya sudah hilang.Oleh karena itu, tafsir alkasyaf banyak
mendapatkan kritikan dari para ulama ahlusunnah. Sifat kedua yang dimiliki
tafsir al-kasyaf adalah keutamaan dalam nilai bahasa Arab, baik dari segi i’jaz
Al-Qur’an, balaghah dan fashahah, sebagai bukti jelasnya Al-Qur’an diturunkan
dari sisi Allah bukan buatan manusia dan mereka tidak akan mampu meniru
seumpamanya sekalipun mereka saling tolong-menolong dalam melakukannya.
Dalam hal ini, az-Zamkhsyari sangat
mempersiapkannya dengan matang sebelum beliau mengarang. Ilmu lughah dan
bahasa, ilmu balaghah dan bayanm ilmu uslub dan fasahah, ilmu nahwu dan sharaf,
semua itu sudah dikuasai oleh Imam az-Zamakhsyari sebelum mengarang kitab al-kasyaf.
Akan tetapi, penafsiran az-Zamakhsyari dalam kitab al-kasysyaf banyak terfokus
pada pembahasan ilmu bayan san ma’ani, padahal masih banyak ilmu lain yang bisa
dijelaskan dalam menafsirkan Al-Qur’an. Tiadalah sesuatu apapun itu sempurna
pasti ada kekurangannya. Begitu juga dengan kitab al-kasyaf, ada beberapa
kelemahan yang terdapat di dalamnya, yaitu sebagai berikut: Dalam setiap tafsir
ayat Al-Qur’an tidak ada pengaruh batin yang didapatkan oleh
pengarang.Dalil-dalil ayat tersebut tidak bisa memalingkan pada kebenaran,
bahkan az-Zamakhsyari memalingkan makna tidak sesuai dengan zahirnya.Ini
merupakan mengada-ada kalam Allah.
Beda hal jika ia membahasnya hanya sedikit,
namun kenyataannya ia membahas secara panjang lebar agar tidak dikatakan lemah
dan kurang. Oleh karena itu dapat dilihat bahwa tafsir ini bercampur dengan
pengaruh aliran mu’tazilah.Ini merupakan cacat yang sangat besar. Kritikan lain
terdapat pada pencelaan Imam az-Zamakhsyari terhadap para wali-wali Allah hal
ini karena ia lupa terhadap jeleknya perbuatan ini dank arena tida mengakui
adanya hambahamba Allah seperti itu. Imam ar-Razi mengkritik dengan bahasa halus
terkait Imam az-Zmakhsyari, iam ar-Razi berkata: “Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya (QS Al-Maidah [5]: 54). “Dalam hal ini pengarang kitab
al-kasyaf telah menceburkan dirinya dalam keslahan dan bahaya karena telah
mencela para kekasih Allah dan telah menulis sesuatu yang tidak layak dan jelek
terhadap mereka yang Allah cintai. Ia sangat berani melakukan hal ini, padahal
tulisan ini ia lakukan ketika menaafsirkan ayat-ayat Allah yang Majid.”Sedikit
kutipan kritikan Imam ar-Razi terhadap Imam az-Zamakhsyari.
Kritikan terhadap kitab al-kasyaf terdapat
banyak penyebutan syair dan amtsal.Keduanya merupakan sebuah nilai canda dan
humor yang tidak pantas dengan syariat dan akal, apalagi pada mereka penegak
keadilan dan penegak tauhid. Kritikan lainnya adalah penyebutan ahlusunnah
dengan katakata kotor.Terkadang disebutkan dengan golongan mujabbarah
(permaksa), bahkan terkadang dikatakan dengan kaum kafir san kaum yang
menyimpang.Padahal ucapan seperti ini hanya pantas keluar dari golongan mereka
yang bodoh, bukan dari ulama yang pintar.[7]
Tafsir tersebut disinyalir ditulis untuk
menaikkan pamor aliran Muktazilah.Namun asumsi ini tidak selamanya benar.Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan kualitas penafsiran az-Zamakhsyari yang telah
diakui oleh banyak kalangan. Contohnya Ibnu Khaldun yang mengakui reputasi
tafsir az-Zamakhsyari dari segi pendekatan sastra (balaghah) daripada beberapa
karya tafsir ulama lainnya.bahkan, mayoritas tafsir ulama Sunni yang bercorak
sastra, seperti Abu asSu’ud dan an-Nasafi, “banyak belajar” dari Tafsir al-Kasysyaf.[8]
Pembaca yang hendak mendownload Kitab Tafsir al-Kasyaf, sila klik link Download Tafsir al-Kasyaf versi Pdf di sini
[1]Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir
Al-Qur’an, h. 73
[2]Mahmud Ayub, Al-Qur’an dan Para
Penafsiran, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), h. 10
[3]aiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir
Al-Qur’an, h. 73
[4]Mani’Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir:
Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, h. 224-225
[5]Mahmud Ayub, Al-Qur’an dan Para
Penafsiran, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), h. 10
[6]Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir
Al-Qur’an, h
[7]Mani’Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir:
Kajian Komprehensif Metode Para Ahli Tafsir, h. 226-229
[8]Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir
Al-Qur’an, h. 73-75
Comments
Post a Comment