on
asbab nuzul
- Get link
- X
- Other Apps
Biografi Imam
Ibn Kathir
bnu Katsir lahir pada tahun 700 H/1300M[1] di
Timur Bashir yang masuk wilayah Damaskus. Ibnu Katsir memiliki nama lengkap
Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir, lebih akrab dengan panggilan Ibnu Katsir.[2] Ibnu
Katsir adalah seorang hakim Syafi’i terkemuka, selain seorang ahli hadis dan
sejarahwan.Dia murid dan pembela Ibn Taimiah, sehingga dia cenderung kepada
tafsir yang “konservatif”. Ibnu Katsir menyajikan riwayat-riwayat yang sangat
bergantung pada sejumlah sumber lain. Dalam banyak hal, Ibnu Katsir adalah
seorang yang menyukai sejarah Islam, agak polemikal, namun selalu adil dan
informatif.[3]
Ketika Ibnu Katsir umur tiga tahun, kira-kira tahun 703 H
ayahnya meninggal dunia. Semenjak itu ia tiggal dengan kakaknya di Damaskus. Di
kota inilah ia pertama kali mengenyam pendidikan. Guru pertamayang
membimbingnya adalah Burhanuddin al-Farazi, seorang ulama penganut mazhab
Syafi’i. Kehidupan Ibnu Katsir dengan kakaknya sangat sederhana.Meskipun
demikian, tekadnya untuk menuntut ilmu sangat tinggi.Kecerdasan dan daya hafal
yang kuat menjadi modal utama baginya untuk mengkaji, memahami dan menelaah
berbagai disiplin ilmu.[4] Ibnu
Katsir menghafal dan menulis banyak buku.Dirinya mempunyai memori yang sangat
kuat dan kemampuan memahami selain dari menguasai perangkat bahasa dan
merangkai syair.[5]
Setelah Ibnu Katsir berguru dengan banyak ulama seperti
Burhanuddin al-Fazari dan kamaluddin bin Qadhi Syuhbah, ia memantapkan
keimuannya. Kemudian iamenikah dengan putri al-Hafizh Abu al-Hajjaj al-Muzzi,
membiasakan belajar denganya. Ibnu Katsir belajar ilmu hadits dengan Ibnu
Taimiyah dan belajar ushul hadis dengan al-Ashfahani. Selain itu, ia juga
banyak belajar ilmu dari berbagai ulama. Mengahafal banyak matan, mengenali
sanad, cacat, biografi tokoh dan sejarah di usia muda.
Dalam al-mu’jam, Imam al-Dzahabi yang dikutip dari buku
karangan Mani’ Abd Halim Mahmud, mengatakan tentang Ibnu Katsir bahwa ia adalah
seorang imam, mufti, pakar hadis, spesialis fiqih, ahli hadis yang cermat dan
mufassir yang kritis. Ibnu Hubaib menyebutkan bahwa “pemimpin para ahli tafsir,
menyimak, menghimpun dan menulis buku. Fatwa-fatwa dan ucapan-ucapannya banyak
didengar hampir di seluruh pelosok. Kesohor sebab kecermatan dan tulisannya.Ia
merupakan pakar dalam bidang sejarah, hadis dan tafsir.”
Seorang murid Ibnu Katsir yaitu Al-Hafizh Syihabuddin bin
Haji mengemukakan bahwa “tidak seorang pun yang kami ketahui lebih memiliki
kekuatan memori dengan matan-matan hadis, mengenali tokoh-tokohnya, menyatakan
kesahihan dan ketidak sahihannya selain Ibnu Katsir. Ia banyak bertemu dengan
ulama yang sezaman dengannya dan guru-gurunya. Ia menguasai banyak tentang
fiqih, sejarah dan jarang lupa. Ia juga memiliki kemampuan memahami yang baik
dan didukung rasionalitas yang cerdas. Ia mempunyai andil besar dalam bidang
bahasa Arab, terkadang ia merangkai syair”[6]
Nama Ibnu Katsir mulai populer di jagat intelektual
Damaskus, Suriah, ketika terlibat dalam sebuah penelitian untuk menetapkan
hukuman terhadap seorang zindik yang didakwa menganut paham hulul, yaitu suatu
paham yang berkeyakinan bahwa Allah bersemayam dalam diri hamba. Walaupun
reputasi Ibnu Katsir mulai meroket, namun ia tak cepat puas. Ia bermaksud
mendalami ilmu hadis kepada Jamaluddin al-Mizzi, seorang ulama terkemuka Suriah
yang merupakan mertuanya. Ibnu Katsir juga langsung mendengarkan hadis dari ulama
Hijaz serta memperoleh ijazah dari al-Wani. Karena keahlian yang ia punya,
kelak ia dipercaya menduduki jabatan yang sesuai dengan ilmunya.[7]
Kepakarannya dalam bidang sejarah, tafsir dan hadis
menjadikanya pejabat pada tahun 1348 H, yaitu sebagai Syaikh di Um al-Shaleh
setelah al-Dzahabi (gurunya) wafat.Kemudian dalam beberapa waktu memimpin Dar
al-Hadis al-Asyrafiyyah (Lembaga Pendidikan Hadis) sepeninggal Hakim
Taqiyyuddin al-Subki pada tahun 1355 H.[8]
Metodologi Tafsir Ibnu Katsir
Sebagai seorang ulama hadis.Ibnu Katsir tidak hanya
mengajarkan hadis. Ia juga menghasilkan beberapa kitab ilmu hadis, di antaranya
Jami’ al-Masanid wa as-Sunan (ada 8 jilid yang berisi nama-nama sahabat
periwayat hadis), al-Kutub asSittah, al-Mukhtasar (ringkasan Muqaddimah Ibnu
Salah), dan Adillah at-Tanbih li ‘Ulum al-Hadis (lebih dikenal dengan nama al-Ba’is al-Hadis).[9]
Ibnu Katsir juga ahli dalam bidang tafsir.Dalam menulis
tafsir, Ibnu Katsir merumuskan metode sendiri. Menurut Ibnu Katsir metodologi
yang paling tepat dalam menafsirkan AlQur’an adalah:[10]
1.
Tafsir Al-Qur’an terhadap Al-Qur’an sendiri.
Sebab banyak didapati dalam kondisi umum dalam ayat tertentu kemudian
dijelaskan secara detail oleh ayat lain.
2.
Apabila tidak ditemukan di dalam ayat lain,
alternative kedua mufassir harus menelisik Sunnah yagn merupakan penjelasan
Al-Qur’an. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Syafi’i yang dituliskan oleh
Ibnu Katsir “Setiap hukum yang ditetapkan Rasulullah merupakan hasil
pemahamannya terhadap Al-Qur’an”.
3.
Selanjut jika tidak didapatkan tafsir baik
dalam Al-Qur’an dan Hadis, kondisi seperti ini menuntut kita untuk merujuk
kepada referensi sahabat (pendapat para sahabat). Sebab mereka lebih mengetahui
karena menyaksikan langsung kondisi dan latar belakang penurunan ayat.
4.
Apabila tidak ditemukan tafsir dal Al-QUr’an,
Hadis dan pendapat para sahabat, selanjutnya menggunaan pendapat tabi’in.
Menurut Ibnu Katsir, terdapat banyak perbedaan pendapat
tabi’in terkait penafsiran. Namun dirinya cenderung lebih merujuk pada
pendapat-pendapat tabi’in.Itu jelas terlihat dalam ungkapannya “Memang sering
dijumpai perbedaan pengungkapan dalam banyak peryataan mereka.Namun pada
kenyataannya perbedaan tersebut bukan merupakan perbedaan yang prinsipil.Merek
ayang tidak memahami berkesimpulan tentang adanya perbedaan.Kemudian menyatakan
perbedaan- perbedaan tersebut dan mengesankannya sebagai
pendapatpendapat yang berbeda.Padahal kesemua pendapat tersebut memiliki
kesamaan dalam banyak hal.Namun kesamaan yang hanya dimengerti oleh mereka yang
mampu memahami”.[11]
[1] Sebagian riwayat ada yang mengatakan bahwa Ibnu Katsir lahir pada tahun 701
H, Mani’Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif Metode Para
Ahli Tafsir , h. 64
[2] Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an, h. 105
[3] Mahmud Ayub, Al-Qur’an dan Para Penafsiran, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1991), h. 9
[4] Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an, h. 105
[5] Mani’Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif
Metode Para Ahli Tafsir , h. 64
[6] Mani’Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif
Metode Para Ahli Tafsir , h. 65
[7] Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an, h. 106
[8] Mani’Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif
Metode Para Ahli Tafsir , h. 66
[9] aiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an, h. 107
[10] Mani’Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif
Metode Para Ahli Tafsir , h. 60-61
[11] Mani’Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif
Metode Para Ahli Tafsir , h. 62
Comments
Post a Comment