on
asbab nuzul
- Get link
- X
- Other Apps
Pendahuluan
Al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman hidup
manusia memiliki keunikan dan karakteristik yang menarik untuk dibaca, dikaji,
dipahami, bahkan dikritisi. Untuk mengungkapkan dan menjelaskan maksud yang
terkandung dalam al-Qur’an, maka tidak cukup hanya dengan membacanya saja,
perlu kemampuan memahami dan mengungkapkan isi serta prinsip-prinsip yang
dikandungnya. Kemampuan seperti inilah yang dinamakan tafsir. Karena itu,
pengkajian terhadap penafsiran al-Qur’an merupakan hal wajib bagi setiap umat
Islam untuk dapat mengetahui dan memahami ajaran-ajaran yang terkandung di
dalamnya, mengingat al-Qur’an merupakan pedoman hidup sepanjang massa.
Di zaman dengan perkembangan sosial, budaya,
dan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti saat ini, sangat
memungkinkan untuk kita mengusahakan peningkatan penerjemahan serta penafsiran
al-Qur’anul Karim sesuai dengan kemajuan yang ada. Al-Qur’an banyak
diterjemahkan dan ditafsirkan dalam berbagai bahasa serta dengan metode
penafsiran, termasuk oleh ulama Indonesia. Penafsiran di Indonesia dimulai
sejak awal abad ke-17 hingga sekarang dengan berbagai genre. Di antara
tafsir-tafsir Indonesia terdapat Tafsir Rahmat karya H. Oemar Bakry, seorang
mufasir yang disebut Federspiel sebagai salah seorang yag telah melakukan upaya
memahami al-Qur’an dalam bahasa Indonesia. Dengan tujuan menjawab
problem-problem sosial yang terjadi dalam masyarakat. Tafsir Rahmat merupakan
tafsir yang sederhana dan menjadi salah satu jawaban yang merefleksikan
bagaimana al-Qur’an dipahami di abad modern ini.
Riwayat Hidup
Oemar Bakry Dt Tan Besar atau H. Oemar Bakry
lahir pada 26 Juni 1916 di Desa Kacang di pinggir Danau Singkarak, Sumatera
Barat.[1] Ia
menempuh pendidikan dasarnya di SD Kacang dan sekolah sambungan di Singkarak.
Ia meneruskan di Sekolah Thawalib dan Diniyah Putra Padang Panjang. Kemudian
melanjutkan sekolah di Kulliyatul Mu’allimin Islamiyah Padang, dan pernah
berkuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, tapi tidak sampai lulus.[2]
Semasa hidup, beliau menjadi guru pada sekolah
Thawalib di Padang pada tahun 1933-1936. Setahun kemudian, di tahun 1937 beliau
menjadi Direktur Sekolah Guru Muhammadiyah Padang Sidempuan, Sumatera Utara.
Pada tahun 1938 sejak masuknya tentara Jepang, ia kembali ke Padang Panjang dan
menjadi guru di alamamaternya, sekolah Thawalib.
Selain
sebagai pendidik, beliau juga seorang pendakwah. Seperti pada tahun 1983,
beliau sempat mengunjungi Mesir dan memberikan ceramah di Universitas Al-Azhar,
Kairo. Di tanah air, beliau pernah memberikan ceramah di berbagai perguruan
tinggi seperti IAIN Sunan Ampel Surabaya (1984), Universitas Bung Hatta Padang
(1984), dan IAIN Imam Bonjol Padang (1984).
Beberapa organisasi yang beliau pernah ikuti
seperti Partai Politik Persatuan Muslim Indonesia (Permi), menjadi anggota
Pimpinan Masyumi Sumatera Tengah (wilayah sekarang meliputi provinsi Sumatera
Barat, Riau, dan Jambi). Menjadi ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)
Jakarta Raya untuk beberapa periode, dan ketua yayasan Al-Falah.
Nama Oemar Bakry dikenal oleh masyarakat luas
terutama ketika beliau mengomentari karya H.B. Yasin yaitu Al-Qur’anul Karim Bacaan Mulia pada tahun 1978. H. Oemar Bakry dipandang
sebagai salah seorang juru dakwah dan anggota partai politik di era 30-an.[3]
Karya-Karya H. Oemar Bakry
H. Oemar Bakry tidak hanya menghasilkan karya
di bidang tafsir, tetapi juga bidang keislaman lainnya. Hal itu mungkin dipicu
dari pendidikan beliau yang tinggi dan beragam.4 Beliau merupakan seorang
penulis produktif sehingga tidak heran jika beliau banyak menghasilkan karya
tulis dalam berbagai bidang. Adapun karyakarya beliau antara lain:
1. Bidang
Al-Qur’an:
a. Tafsir Rahmat
b. At-Tafsir
al-Madrasy
c. Al-Qur’an
Mukjizat Terbesar Kekal Abadi
d. Tafsir Hidayah
e. Keharusan
Memahami Isi al-Qur’an Dan lain lain
2. Bidang Hadis:
a. Al-Hadits
As-Sohihah
b. Uraian 50
Hadits
3. Bidang Fiqh:
a. Pelajaran
Sembahyang
b. Merawat Orang
Sakit dan Menyelenggarakan Jenazah
4. Bidang Akidah
dan Akhlak:
a. Memantapkan
Rukun Iman dan Islam
b. Dengan Taqwa
Mencapai Bahagia
c. Akhlak Muslim
5. Bidang Sosial
dan Politik:
a. Islam Menentang
Sekularisme
b. Bunga Rampai
Sumpah Pemuda
c. Kebangkitan
Umat Islam di Abad XV H, dan lain lain.[4]
Sejarah Penafsiran Tafsir Rahmat
Kitab Tafsir Rahmat terbit pertama kali pada
tahun 1981 dan lengkap menafsirkan al-Qur’an hingga 30 juz.[5]
Beliau merasa tergerak untuk menulis tafsir di samping karena keilmuan yang
beliau miliki juga karena keinginannya untuk membantu pembaca memahami
al-Qur’an dan juga sebagai jawaban atas permintaan dari pembaca al-Qur’an agar
memberikan karya-karya yang lebih baik untuk penggunaan dan pengkajian
al-Qur’an.
Dalam penulisan tafsir ini beliau termasuk
relatif cepat karena mampu menyelesaikan dalam waktu kurang lebih tiga tahun
(1981-1983).[6]
Tafsir ini dinamakan Tafsir Rahmat sesuai dengan tujuan diturunkannya al-Qur’an
agar menjadi rahmat bagi alam semesta. Dalam tafsir ini disusun demikian
ringkasnya seperti Tafsir Al Mufassir oleh Muhammad Farid Wajdi yang hanya satu
jilid saja.
Kitab tafsir ini ditulis dengan menggunakan
bahasa Indonesia supaya mudah dipahami dan dicerna makna yang terkandung dalam
al-Qur’an karena waktu itu kebanyakan orang-orang Indonesia yang mempunyai
pengetahuan tentang bahasa Arab sangat minim jumlahnya. Oleh karena itu,
penafsiran al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia merupakan suatu upaya yang
sangat penting agar umat Islam di Indonesia mampu memahami dan memaknai Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi kehidupannya. Atas dasar
inilah, H. Oemar Bakry menafsirkan al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia supaya
memudahkan para peminat pembaca al-Qur’an mengambil petunjuk dan hidayah dari
al-Qur’an.
Metode dan Kecenderungan
Metode
yang digunakan Bakry dalam penulisannya adalah tahlili, yaitu sesuai runtutan
al-Qur’an. Akan tetapi, dalam penulisan tafsirnya ini dia hanya mengugkapkan
makna-makna global, tidak menjelaskan arti kata terlebih dahulu, padahal
disinyalir para ahli bahasa hal itu adalah penting, karena terkadang walaupun
lafadznya sama, tetapi maknanya berbeda ketika dikaitkan dengan konteks yang
tidak sama, seperti kasus ayat مالك يوم الدين
mengandung arti yang mempunyai hari pembalasan. Kata الدين di
sini diartikan pembalasan, padahal lafadz الدين
dalam konteks yang lain artinya Selain global, Bakry juga .ان الدين عند الله االسالم
adalah agama yaitu menafsirkan secara sederhana, ringkas, dan tidak mengaitkan
dengan masalah-masalah lain. Walaupun demikian, Bakry juga memakai hadis
sebagai penunjang penafsirannya.
Gambaran Karya
Corak pemikiran yang sangat menonjol dalam
penafsiran Bakry adalah tradisional, yaitu penafsiran harfiyah, khususnya yang
menarik perhatian adalah ketika menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat, karena di
dalamnya merupakan lapangan bagi mufasir untuk “berkreasi” dalam menafsirkan
ayat karena memang tidak ada pemaknaan yang pasti, tetapi Bakry lebih
berhati-hati dengan memilih menafsirkan secara harfiyah.
Sekilas tampak bahwa penafsiran Omar Bakry itu
hanya merupakan karya yang biasa-biasa saja, tetapi setelah ditilik dan
ditelaah banyak keistimewaan yang dikandungnya, di antaranya pengalihan beliau
dari perhatian yang hanya memfokuskan pada bahasa Arab ke pambaruan kata,
istilah-istilah, dan teknik dalam peningkatan pemahaman dalam terjemah bahasa
Indonesia terutama mengacu pada bahasa Indonesia yang telah disempurnakan dan
modern, serta memperhatikan perkembangan zaman daripada tafsir-tafsir yang
lebih tua seperti ketika menafsirkan kata السموات
yang bisanya diartikan langit kemudian diartikan dengan ruang angkasa.
Selain itu, Omar Bakry juga berupaya
memberikan penjelasan selengkap-lengkapnya dengan memberikan penjelasan
tambahan kepada penerjemahan al-Qur’an, terutama jika yang diberikan hanya
penerjemahan teks yang akan menimbulkan pertanyaan pembaca yang ditulis di
dalam kurung, seperti menerjemahkan kata هم
yang biasanya diartikan “mereka” secara umum, kemudian beliau memberikan
tambahan dalam kurung sesuai dengan yang dimaksudkan seperti dia laki-laki, dia
benda, dan yang lain. Semua itu untuk mempermudah membaca dan memahami
al-Qur’an bagi masyarakat Indonesia.[7]
Kemudian keistimewaan lain yang dimiliki
tafsir ini adalah penekanan Bakry pada pembahasan al-Qur’an yang sesuai dengan
perkembangan teknologi dengan menyertakan indeks yang terkandung di dalamnya
tema-tema yang dilengkapi dengan rujukan teks-teks yang sesuai seperti akidah,
akhlak, hukum, dan yang lain. Bakry di dalam tafsirnya juga menampilkan
munāsabah antar-surah sebelum dia menafsirkan. Dari penekanan yang disertakan
dalam tafsirnya, penafsiran Bakry cenderung bersifat ilmiah karena banyaknya
penekanan yang dia jelaskan berhubungan dengan teknologi misalnya, tetapi corak
yang lain pun tidak kalah jelasnya sehingga tidak mengurangi dari nilai tafsir
ini.
Contoh Penafsiran
Tafsir surah ar-Ra’d ayat 31, ayat tersebut
berbunyi:
“Andaikata ada suatu bacaan (kitab suci) yang
dapat menggoncangkan gunung dan membelah bumi atau dapat menjadikan orang-orang
mati berbicara (niscaya orang-orang kafir itu tidak juga akan beriman). Semua
urusan berada pada kekuasaan Allah. Apakah orang-orang beriman tidak menyadari,
bahwa seandainya Allah menghendaki, barang tentu Allah memberi petunjuk kepada
semua manusia. Dan orang-orang kafir selalu ditimpa kesengsaraan karena
perbuatan mereka sendiri atau bencana itu menimpa berdekatan dengan rumah mereka,
hingga Allah melaksanakan janji-Nya. Sesungguhnya Allah tidak memungkiri
janji.”
Ayat 30-34 menerangkan:
Membangkangnya kaum kafir terhadap seruan
Muhammad adalah suatu kejadian yang sering dialami oleh rasul-rasul yang
terdahulu. Wahyu Allah yang disampaikan rasul-rasul itu tidak mereka terima.
Walaupun bagaimana peringatan tidak mereka indahkan. Mereka menunggu hukuman
apa yang akan dijatuhkan Allah kepada mereka.
Orang-orang kafir itu sudah merasa enak saja
bergelimang dalam dosa. Segala kemaksiatan yang mereka lakukan diduganya baik.
Begitulah orang yang sudah kemasukan himbauan syaitan. Di dalam masyarakat
modern sekarang, hal seperti itu juga kita jumpai. Para pembesar tidak
menggubris seruan para juru dakwah. Mereka sudah dibawa hanyut oleh arus
kemewahan dan berbagai perbuatan yang menyimpang dari ajaran agama. Mereka
tidak merasa salah, bahkan itu yang baik, katanya.
Simpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa H. Oemar Bakry adalah seorang penulis produktif yang memiliki banyak
karya. Beberapa karya beliau dapat kita lihat dalam bidang al-Qur’an, hadits,
fiqh, akidah dan akhlak, sosial, dan politik. Beliau menulis Tafsir Rahmat
didasari keinginannya untuk membantu pembaca dalam memahami al-Qur’an dan juga
sebagai jawaban atas permintaan dari pembaca al-Qur’an agar memberikan
karya-karya yang lebih baik untuk penggunaan dan pengkajian al-Qur’an.
Penafsiran alQur’an ke dalam bahasa Indonesia merupakan suatu upaya yang sangat
penting agar umat Islam di Indonesia mampu memahami dan memaknai al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi kehidupannya. Atas dasar inilah, H. Oemar Bakry
menafsirkan al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia supaya memudahkan para pembaca
mengambil petunjuk dan hidayah dari al-Qur’an.
Metode
yang digunakan Bakry dalam penulisanya adalah tahlili, yaitu sesuai runtutan
al-Qur’an. Akan tetapi, dalam penulisan tafsirnya ini dia hanya mengungkapkan
makna-makna global, tidak menjelaskan arti kata terlebih dahulu. Padahal,
disinyalir para ahli bahasa hal itu adalah penting, karena terkadang walaupun
lafadznya sama, tetapi maknanya berbeda ketika dikaitkan dengan konteks yang
tidak sama. Selain global, Bakry juga menafsirkan secara sederhana, ringkas, dan
tidak mengaitkan dengan masalah-masalah lain. Walaupun demikian, Bakry juga
memakai hadis sebagai penunjang penafsirannya.
Corak pemikiran yang sangat menonjol dalam
penafsiran Bakry adalah tradisional, yaitu penafsiran harfiyah, khususnya yang
menarik perhatian adalah ketika menafsirkan ayat-ayat mutashabihat, karena di
dalamnya merupakan lapangan bagi mufasir untuk “berkreasi” dalam menafsirkan
ayat karena memang tidak ada pemaknaan yang pasti, tetapi Bakry lebih
berhati-hati dengan memilih menafsirkan secara harfiyah. Omar Bakry juga
berupaya memberikan penjelasan selengkap-lengkapnya dengan memberikan
penjelasan tambahan kepada penerjemahan al-Qur’an, terutama jika yang diberikan
hanya penerjemahan teks yang akan menimbulkan pertanyaan pembaca yang ditulis
di dalam kurung. Beliau memberikan tambahan dalam kurung sesuai dengan yang
dimaksudkan. Semua itu untuk mempermudah membaca dan memahami al-Qur’an bagi
masyarakat Indonesia.
Keistimewaan tafsir ini dapat dilihat melalui
pengalihan hak dari perhatian yang hanya memfokuskan pada bahasa Arab ke
pambaruan kata, istilah-istilah, dan teknik dalam peningkatan pemahaman dalam
terjemah bahasa Indonesia, terutama mengacu pada bahasa Indonesia yang telah
disempurnakan dan modern, serta memperhatikan perkembangan zaman daripada
tafsir-tafsir yang lebih tua. Penekanan Bakry pada pembahasan al-Qur’an yang
sesuai dengan perkembangan teknologi dengan menyertakan indeks yang terkandung
di dalamnya tema-tema yang dilengkapi dengan rujukan teks-teks yang sesuai
seperti akidah, akhlak, hukum, dan yang lain. Bakry di dalam tafsirya juga
menampilkan munäsabah antar-surah sebelum dia menafsirkan. Dari penekanan yang
disertakan dalam tafsirnya, penafsiran Bakry cenderung bersifat ilmiah karena
banyaknya penekanan yang dia jelaskan berhubungan dengan teknologi misalnya,
tetapi corak yang lain pun tidak kalah jelasnya sehingga tidak mengurangi dari
nilai tafsir ini.
[1] Siti Fahimah, “Al-Qur’an dalam Sejarah Penafsiran Indonesia:
AnalisisDeskriptif Beberapa Tafsir di Indonesia”, Jurnal El-Furqania Vol. 04,
No. 02, (Agustus 2018), 177.
[2] Masrul Anam, “Sejarah Tafsir Indonesia Dalam Perspektif History of
Idea”, Jurnal Studi Al-Qur’an, Falsafah dan Keislaman Vol. 1, No. 1, (Oktober
2019) 8
[3] H. Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, (Jakarta : Mutiara, 1984), 1331
[4] https://www.academia.edu/44119244/Karakteristik_Tafsir_Rahmat_Karya_H_
Oemar_Bakry_Tafsir_Al_Furqon_Ahmad_Hassan, diakses pada 2 April 2021
[5] Masrul Anam, Sejarah Tafsir Indonesia Dalam Perspektif History of
Idea, Jurnal Studi Al-Qur’an, Falsafah dan Keislaman Vol. 1, No. 1, (Oktober
2019) 8
[6] Siti Fahimah, Al-Qur’an dalam Sejarah Penafsiran Indonesia:
AnalisisDeskriptif Beberapa Tafsir di Indonesia, Jurnal El-Furqania Vol. 04,
No. 02, (Agustus 2018), 177-178
[7] Tajud Arifin, Kajian al-Quran di Indonesia Terj. Populer Indonesia
Literature of The Qurat. Howard M. Federsfiel, (Bandung: Mizan, 1996), 35
Comments
Post a Comment