on
asbab nuzul
- Get link
- X
- Other Apps
A.
Latar
Belakang Penulisan Kitab Tafsir
Sebagai sebuah produk, kitab tafsir
pasti tidak dapat dipisahkan dari sejarah, latar belakang atau tujuan dari author. Hal yang menjadi latar belakang
penulis kitab tafsir dapat timbul dari dalam diri author (internal) maupun dari
pihak lain (eksternal). Dalam
pembukaan/muqaddimah Tafsir Jāmi‟ al-Bayān min Khulāṣah Suwar al-Qur`ān, K.H. Muhammad menjelaskan bahwa kitab ini ditulis
karena dua alasan. Pertama, tafsir
tersebut dikarang sebagai pengingat atau bahan renungan bagi pengarangnya
sendiri, KH. Muhammad. Kedua, tafsir ini dikarang dengan tujuan
untuk mempermudah seseorang dalam menemukan poin-poin penting yang terdapat
dalam al-Qur`an tanpa dirinya harus bersusah payah, dan juga dapat dipelajari
dalam jangka waktu yang relatif singkat.
Tujuan ini dibangun atas dasar,
bahwa KH. Muhammad memandang orang-orang yang hidup pada masanya dan masa
berikutnya, telah mengalami dekadensi semangat dalam rangka menggali khazanah
pengetahuan dan hikmah-hikmah yang tercatat di dalam al-Qur`an. Secara lebih detailnya,
dua faktor tersebut telah dikemukakan KH. Muhammad dalam mukadimah kitab
tafsirnya sebagai berikut:
Karya ini
merupakan kumpulan tulisan berupa ringkasan penjelasan yang diadaptasi dari
surat-surat al-Qur`an. Lalu aku susun sebagai pengingat bagi diriku sendiri, dan untuk mempermudah dalam
mengetahui makna pokok yang terkandung di dalam al-Qur`an tanpa harus bersusah
payah, dan dapat dipelajari dalam jangka waktu yang singkat. Hal ini cukup relevan
di masa sekarang, yaitu masa di mana semangat seseorang dalam menggali ragam
disiplin keilmuan dan hikmah di dalam al-Qur`an sudah mulai menipis. Tentu saja
ini berbeda dengan apa yang terjadi pada tempo
dulu.
Dalam kitab tafsir tersebut KH. Muhammad tidak memberikan informasi dalam jangka berpa tahun kitab tersebut diselesaikan. Beliau hanya memberikan informasi di bagian akhir penafsirannya terhadap QS. al-Ikhlāṣ, bahwa tafsir ini berhasil diselesaikan pada Rabu 13 Shafar 1405 H, atau bertepatan pada 7 Nopember 1984 M.[1]
Metode Tafsir
Ridlwan Nasir
berupaya melakukan pemetaan metode tafsir al-Qur’an yang lebih rinci.
Menurutnya metodologi tafsir dapat ditinjau dari berbagai macam aspek. Pertama, ditinjau dari segi sumber
penafsirannya, ada tiga macam, yaitu:
1.
Metode
tafsir bi al-ma’thur / bi al-manqul / bi al-riwayah yakni
metode menafsirkan al-Qur’an yang sumber-sumber penafsirannya diambil dari
al-Qur’an, Hadis, qawl sahabat dan qawl tabi’in yang berhungan
dengan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an.[1]
2.
Metode
tafsir bi al-ra’yi / bi al-dirayah / bi al-ma’qul, yaitu
cara menafsirkan al-Qur’an yang sumber penafsirannya berdasarkan ijtihad dan
pemikiran mufassir dengan seperangkat metode penafsiran yang telah ditentukan
oleh para ulama.[2]
3.
Metode
tafsir bi al-iqtiran, yaitu metode tafsir yang sumber-sumber
penafsirannya didasarkan pada sumber riwayah dan dirayah sekaligus. Dengan kata
lain, tafsir yang menggunakan metode ini mancampurkan antara sumber riwayah
dan sumber dirayah atau antara sumber bi al-ma’thur dan
ijtihad mufassir.
Kedua, Metode tafsir
ditinjau dari segi cara penjelasannya terhadap penafsiran ayat-ayat al-Qur’an
dibagi menjadi dua ketegori:
1.
Metode
bayani atau diskriptif, yakni metode menafsirkan al-Qur’>n yang hanya
dengan memberikan keterangan secara diskriptif tanpa adanya perbandingan
riwayat atau pendapat-pendapat mufassir dan tanpa ada tarjih diantara
sumber-sumber tersebut.
2.
Metode muqarin
atau bisa disebut juga dengan metode komparasi, yakni metode menafsirkan
al-Qur’an dengan cara membandingkan ayat satu dengan yang lainnya, ayat dengan
hadis, antara pendapat mufassir satu dengan mufassir lainnya
serta menonjolkan segi-segi perbedaan.
Ketiga, berdasarkan
keluasan penjelasannya metode tafsir al-Qur’an dibedakan dalam dua ketegori:
1.
Metode
tafsir ijmali, yakni metode penafsiran al-Qur’an yang menjelaskan
ayat-ayat al-Qur’a>n secara global, tidak mendalam dan tidak pula panjang
lebar.
2.
Metode
tafsir itnabi, yaitu metode menafsirkan al-Qur’a>n yang penjelasannya
sangat luas dan detail, dengan uraian-uraian yang panjang sehingga cukup jelas
dan terang.
Keempat,
ditinjau dari sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan, semua tafsir yang ada
saat ini tidak akan lepas dari kategori tahlili, nuzuli dan maudu’i.
Tahlili merupakan cara menafsirkan ayat al-Qur’an dimulai dari surat
al-Fatihah sampai surat an-Nass. Metode nuzuli adalah menafsirkan ayat
al-Qur’an diurutkan berdasarkan kronologis turunnya ayat al-Qur’an, sehingga
apabila mufassir menggunkan
metode ini, ia akan memulai tafsirnya dengan surat al-‘Alaq. Adapun
metode maudu’i adalah metode menafsirkan al-Qur’an dengan mengumpulkan
ayat-ayat yang memiliki satu tema.[3]
Kelima,
metode tafsir tinjau dari segi lawn atau coraknya. Corak tafsir biasa disebut
juga dengan istilah al-ittijah/al-naz’ah atau kecenderungan. Ada banyak
ittijah tafsir al-Qur’an di antaranya, lughawi, falsasafi, fiqhi, adabi
ijtima’i dan lain sebagainya.
Pemetaan
metodologi tafsir yang dilakukan oleh Ridlwan Nasir ini, yang akan dijadikan
sebagai alat untuk meninjau metodologi yang digunakan oleh K.H. Muhammad dalam
menafsirkan al-Qur’an.
Ditinajau
dari segi sumber penafsiran kitab tafsir Jami’ al-bayan menggunakan sumber ra’yi. Artinya K.H. Muhammad hanya
menggunakan ra’yi sebab dalam penafsirannya beliau tidak mencantumkan
riwayat-riwayat. Meskipun demikian hasil penafsirannya bukan murni hasil
pemikirannya sendiri akan tetapi merupakan gabungan dari berbagai macam kitab
tafsir yang akan diterangkan dibagian berikutnya. Contoh ketika beliau
menafsirkan surat al-‘Isra’ ayat 1-3 :
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ
الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ
لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ () وَآتَيْنَا
مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَلَّا تَتَّخِذُوا
مِنْ دُونِي وَكِيلًا ()ذُرِّيَّةَ
مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورً
Ketiga ayat di atas oleh
K.H. Muhammad ditafsirkan dengan :
بيان ثبوت الاسراء برسول الله صلى الله عليه و سلم من
المسجد الحرام الى مسجد الاقصى فقيل انما كان ذلك في المنام و هذا محكي عن حذيفة و
عائشة و معاوية و الحق الذي عليه اكثر السلف و عامة الخلف من المتأخرين من الفقهاء
و المحدثين و المتكلمين انه اسرى بروحه و جسده يقظة لا مناما و كان ذلك بعد البعثة
بخمس سنين و قبل الهجر يقال فى رجب و يقال في رمضان
بيان تشريف من الله لنبيه موسى عليه السلام و امتنان على
بنى اسرئيل باعطاء التوراة المشتملة علي الهدى و النور- والله اعلم
Dalam
penafsiran di atas terlihat jelas bagaimana K.H. Muhammad tidak mencantumkan
riwayat dalam tafsirannya. Meskipun beliau menyatakan muhaky ‘an H}udzaifah,
‘A>isah dan Muawiayah namun dalam tafsir tersebut beliau tidak menuliskan
riwayat-riwayat tersebut. Sehingga daapat ditarik kesimpulan bahwa sumber
penafsirannya hanya menggunakan ra’yi saja.
Sementara
ditinjau dari segi segi cara penjelasannya tafsir Jami’ al-bayan
menggunakan metode bayani (diskripsi). Dalam contoh di atas terlihat bahwa K.H.
Muhammad tidak melakukan komparatif antar pendapat ulama. Adapun ditinjau dari segi keluasan
penjelasannya tafsir ini masuk dalam kategori ijmali sebab keterangan tafsir
yang diberikan bersifat global. Sedang ditinjau dari segi tartib mushafi,
tafsir Jami’ al-bayan tergolong tafsir tahlili, sebab sistematika penafsirannya
dimulai dari surat al-Fatihah sampai surat al-Nas.
Meskipun
ditinjau dari segi sumbernya, tafsir Jami’ al-Bayan ini tergolong tafsir bi
al-ra’yi, akan tetapi dalam
pengambilan ra’yi tersebut K.H. Muhammad merujuk dalam kitab-kitab tafsir
mu’tabarah. Di antara kitab-kitab tafsir yang menjadi rujukan beliau adalah :
1.
Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta`wīl karya
Abī Sa‘īd
Abdullāh bin Umar bin Muḥammad
al-Bayḍāwī
(w. 685 H atau 691 H)
2.
Lubāb al-Ta`wīl fī Ma‟ānī al-Tanzīl adalah
karya Alī bin Muḥammad
bin Ibrāhīm
al- Khāzin (w. 741 H);
3.
Madārik al-Tanzīl wa Ḥaqāiq al-Ta`wīl karya
Abdullāh bin Aḥmad
bin Maḥmūd
al- Nasafī (w. 701 H);
4.
Tanwīr al-Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās karya Abī Ṭāhir bin Ya‘qūb al-Fayrūz Ābādī;
5.
Tafsīr al-Jalālayn karya Jalāluddīn Muḥammad bin Aḥmad al-Maḥallī dan
Jalāluddīn
Abdurraḥman
bin Abū Bakr al-Suyūṭī;
6.
Tafsir al-Qur`ān
al-‘Aẓīm
karya Abī
al-Fidā` Ismā‘īl
bin Umar bin Kathīr al-Qurashī
al-Dimshiqī (w. 774 H);
7.
Ḥāshiyah Muḥyi
al-Dīn Shaykh Zādah ‘alā Tafsīr al-Bayḍāwī karya
Muḥammad
bin Muṣliḥ
al-Dīn Muṣṭafā
al-Qujaw al-Ḥanafī
(w. 981 H);
8.
Al-Futūḥāt al-Ilahiyyah bi Tawḍīḥ
Tafsīr al-Jalālayn li al-Daqāiq al-Khafiyyah karya
Sulaymān bin Amr al-Ujaylī
(w. 1204 H);
9.
Ḥāshiyah al-Ṣāwī ‘alā Tafsīr al-Jalālayn karya
Aḥmad
bin Muḥammad
al-Ṣāwī
al- Miṣrī
al-Khalwatī al-Mālikī
(w. 1241 H).
Untuk
memudahkan pembaca dalam mengidentifikasi sumber dalam kitab tafsir Jami’
al-Bayan, K.H. Muhammad memberikan kode penomoran untuk menunjukan kitab
rujukan di setiap hasil penafsirannya. Kode penomoran yang ia berikan adalah sebagai
berikut:
|
Sumber Referensi Penafsiran KH.
Muhammad |
Kode |
|
Anwār
al-Tanzīl wa Asrār al-Ta`wīl |
١ |
|
Lubāb
al-Ta`wīl fī Ma‟ānī
al-Tanzīl |
٢ |
|
Madārik
al-Tanzīl
wa Ḥaqāiq al-Ta`wīl |
٣ |
|
Tanwīr
al-Miqbās min Tafsīr Ibn „Abbās |
٤ |
|
Tafsīr
al-Jalālayn |
٥ |
|
Al-Futūḥāt
al-Ilahiyyah bi Tawḍīḥ
Tafsīr
al-Jalālayn
li al- Daqāiq
al-Khafiyyah |
٦ |
|
Ḥāshiyah
al-Ṣāwī ‘alā Tafsīr al-Jalālayn |
٧ |
|
Ḥāshiyah
Muḥyi
al-Dīn
Shaykh Zādah
‘alā
Tafsīr
al- Bayḍāwī |
٨ |
|
Tafsir
al-Qur`ān al-‘Aẓīm |
٩ |
Secara
lebih jelasnya, berikut penulis paparkan salah satu contoh penafsiran KH.
Muhammad yang merujuk pada sebagian dari sembilan kitab yang telah disebutkan
di atas:
بيان ثبوت الاسراء برسول الله صلى
الله عليه و سلم من المسجد الحرام الى مسجد الاقصى فقيل انما كان ذلك في المنام و
هذا محكي عن حذيفة و عائشة و معاوية و الحق الذي عليه اكثر السلف و عامة الخلف من
المتأخرين من الفقهاء و المحدثين و المتكلمين انه اسرى بروحه و جسده يقظة لا مناما
و كان ذلك بعد البعثة بخمس سنين و قبل الهجر يقال فى رجب و يقال في رمضان ٩, ٢
Kode (٢) yang bertempat di
bagian akhir penafsiran
QS. Al-Isra’ ayat 1-3 di
atas menunjukkan, bahwa penafsiran itu merujuk pada kitab Luba>b
al-Ta’wi>l fi Ma’ani> al-Tanzi>l karya Syekh Ali bin Muhammad
al-Baghdadi yang terkenal dengan nama al-Gha>zin. Sementara kode (٩) menunjukan bahwa selain dari kitab
al-Gha>zin, penafsiran tersebut juga diambil dari Tafsir al-Qur’an
al-Adhi>m karya Ismail ibn Kathi>r al-Dimasqi, yang redaksinya telah
dimodifikasi dan diringkas oleh KH. Muhammad.
Selain
merujuk kepada kitab-kitab di atas, beliau juga menafsirkan al-Qur’an
menggunakan rasio/ra’yi pribadi beliau. Ciri dari keterangan tafsir yang
berasal dari pemikiran beliau pribadi adalah apabila di akhir keterangan
terdapat lafadz Allah A’lam yang artinya Allah adalah Dzat yang lebih tahu.
Untuk
mendapatkan gambaran lebih riil mengenai penafsiran yang didasarkan pada ra`yu
KH. Muhammad, berikut akan diambil salah satu contoh penafsirannya terhadap QS.
Al-Isra’ ayat 1-3, sebagai berikut:
بيان
تشريف من الله لنبيه موسى عليه السلام و امتنان على بنى اسرئيل باعطاء التوراة
المشتملة علي الهدى و النور- والله اعلم
Adanya
kata والله اعلم
pada
akhir penafsiran QS. Ali Imran tersebut menandai penafsiran yang memang
benar-benar terlahir dari gagasan pemikiran KH. Muhammad sendiri. Digunakannya
kata والله اعلم
tersebut berfungsi untuk membedakan penafsiran
yang bersumber dari kitab tafsir dan Hashiyah kitab tafsir. Begitu pula
dengan kode penomoran yang terletak di bagian akhir penafsiran KH. Muhammad,
juga berfungsi untuk membedakan penafsiran yang bersumber dari ra`yu. Dengan
demikan, desain penafsiran yang digagas oleh KH. Muhammad tersebut tidak
semata-mata bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam memahami makna yang
terkandung dalam sebuah ayat, akan tetapi juga mempermudah orang-orang yang
ingin mengetahui model penafsiran dalam Ja’mi’ al-Bayan min Khulasah Suwar al-Qur’an.
[1] Husain
al Dhahaby, al-Tafsir wa al-Munfasirun, vol. 1 (t.tp: Maktabah Mus}’ab
bin Amr al-Islamy, 2004), 112.
[2] Dhahaby,
1:183.
[3] M.
Ridlwan Nasir, Memahami al-Qur’a>n Perspektif Baru Metodologi Tafsir
Muqarin (Surabaya: cv. Indra Media, 2003), 17.
[1] Muhammad
bin Sulayman, Tafsi>r Ja>mi’ al-Baya>n min Khula>s}ah Suwar
al-Qur’an al-‘Adhi>m, vol. 2 (Semarang: Maktabah Sira>j
al-T}a>libi>n, t.th), 671.
Comments
Post a Comment