SERI MUFASIR NUSANTARA: K.H. MUHAMMAD BIN SULAIMAN DAN TAFSIR JAMI' AL-BAYAN (BAGIAN 2)

 


A.   Latar Belakang Penulisan Kitab Tafsir

Sebagai sebuah produk, kitab tafsir pasti tidak dapat dipisahkan dari sejarah, latar belakang atau tujuan dari  author. Hal yang menjadi latar belakang penulis kitab tafsir dapat timbul dari dalam diri author (internal) maupun dari pihak lain (eksternal).  Dalam pembukaan/muqaddimah Tafsir Jāmi al-Bayān min Khulāṣah Suwar al-Qur`ān, K.H. Muhammad menjelaskan bahwa kitab ini ditulis karena dua alasan. Pertama, tafsir tersebut dikarang sebagai pengingat atau bahan renungan bagi pengarangnya sendiri, KH.  Muhammad. Kedua, tafsir ini dikarang dengan tujuan untuk mempermudah seseorang dalam menemukan poin-poin penting yang terdapat dalam al-Qur`an tanpa dirinya harus bersusah payah, dan juga dapat dipelajari dalam jangka waktu yang relatif singkat.

Tujuan ini dibangun atas dasar, bahwa KH. Muhammad memandang orang-orang yang hidup pada masanya dan masa berikutnya, telah mengalami dekadensi semangat dalam rangka menggali khazanah pengetahuan dan hikmah-hikmah yang tercatat di dalam al-Qur`an. Secara lebih detailnya, dua faktor tersebut telah dikemukakan KH. Muhammad dalam mukadimah kitab tafsirnya sebagai berikut:

Karya ini merupakan kumpulan tulisan berupa ringkasan penjelasan yang diadaptasi dari surat-surat al-Qur`an. Lalu aku susun sebagai pengingat bagi  diriku sendiri, dan untuk mempermudah dalam mengetahui makna pokok yang terkandung di dalam al-Qur`an tanpa harus bersusah payah, dan dapat dipelajari dalam jangka waktu yang singkat. Hal ini cukup relevan di masa sekarang, yaitu masa di mana semangat seseorang dalam menggali ragam disiplin keilmuan dan hikmah di dalam al-Qur`an sudah mulai menipis. Tentu saja ini berbeda dengan apa yang terjadi pada tempo dulu.

Dalam kitab tafsir tersebut KH. Muhammad tidak memberikan informasi dalam jangka berpa tahun kitab tersebut diselesaikan.  Beliau hanya memberikan informasi  di bagian akhir penafsirannya terhadap QS. al-Ikhlāṣ, bahwa tafsir ini berhasil diselesaikan pada Rabu 13 Shafar 1405 H, atau bertepatan pada 7 Nopember 1984 M.[1]

Metode Tafsir

Ridlwan Nasir berupaya melakukan pemetaan metode tafsir al-Qur’an yang lebih rinci. Menurutnya metodologi tafsir dapat ditinjau dari berbagai macam aspek.  Pertama, ditinjau dari segi sumber penafsirannya, ada tiga macam, yaitu:

1.      Metode tafsir bi al-ma’thur / bi al-manqul / bi al-riwayah yakni metode menafsirkan al-Qur’an yang sumber-sumber penafsirannya diambil dari al-Qur’an, Hadis, qawl sahabat dan qawl tabi’in yang berhungan dengan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an.[1]

2.      Metode tafsir bi al-ra’yi / bi al-dirayah / bi al-ma’qul, yaitu cara menafsirkan al-Qur’an yang sumber penafsirannya berdasarkan ijtihad dan pemikiran mufassir dengan seperangkat metode penafsiran yang telah ditentukan oleh para ulama.[2]

3.      Metode tafsir bi al-iqtiran, yaitu metode tafsir yang sumber-sumber penafsirannya didasarkan pada sumber riwayah dan dirayah sekaligus. Dengan kata lain, tafsir yang menggunakan metode ini mancampurkan antara sumber riwayah dan sumber dirayah atau antara sumber bi al-ma’thur dan ijtihad mufassir.

Kedua, Metode tafsir ditinjau dari segi cara penjelasannya terhadap penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dibagi menjadi dua ketegori:

1.      Metode bayani atau diskriptif, yakni metode menafsirkan al-Qur’>n yang hanya dengan memberikan keterangan secara diskriptif tanpa adanya perbandingan riwayat atau pendapat-pendapat mufassir dan tanpa ada tarjih diantara sumber-sumber tersebut.

2.      Metode muqarin atau bisa disebut juga dengan metode komparasi, yakni metode menafsirkan al-Qur’an dengan cara membandingkan ayat satu dengan yang lainnya, ayat dengan hadis, antara pendapat mufassir satu dengan mufassir lainnya serta menonjolkan segi-segi perbedaan.

Ketiga, berdasarkan keluasan penjelasannya metode tafsir al-Qur’an dibedakan dalam dua ketegori:

1.      Metode tafsir ijmali, yakni metode penafsiran al-Qur’an yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur’a>n secara global, tidak mendalam dan tidak pula panjang lebar.

2.      Metode tafsir itnabi, yaitu metode menafsirkan al-Qur’a>n yang penjelasannya sangat luas dan detail, dengan uraian-uraian yang panjang sehingga cukup jelas dan terang.

Keempat, ditinjau dari sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan, semua tafsir yang ada saat ini tidak akan lepas dari kategori tahlili, nuzuli dan maudu’i. Tahlili merupakan cara menafsirkan ayat al-Qur’an dimulai dari surat al-Fatihah sampai surat an-Nass. Metode nuzuli adalah menafsirkan ayat al-Qur’an diurutkan berdasarkan kronologis turunnya ayat al-Qur’an, sehingga apabila mufassir menggunkan  metode ini, ia akan memulai tafsirnya dengan surat al-‘Alaq. Adapun metode maudu’i adalah metode menafsirkan al-Qur’an dengan mengumpulkan ayat-ayat yang memiliki satu tema.[3]

Kelima, metode tafsir tinjau dari segi lawn atau coraknya. Corak tafsir biasa disebut juga dengan istilah al-ittijah/al-naz’ah atau kecenderungan. Ada banyak ittijah tafsir al-Qur’an di antaranya, lughawi, falsasafi, fiqhi, adabi ijtima’i dan lain sebagainya.

Pemetaan metodologi tafsir yang dilakukan oleh Ridlwan Nasir ini, yang akan dijadikan sebagai alat untuk meninjau metodologi yang digunakan oleh K.H. Muhammad dalam menafsirkan al-Qur’an.

Ditinajau dari segi sumber penafsiran kitab tafsir Jami’ al-bayan menggunakan sumber  ra’yi. Artinya K.H. Muhammad hanya menggunakan ra’yi sebab dalam penafsirannya beliau tidak mencantumkan riwayat-riwayat. Meskipun demikian hasil penafsirannya bukan murni hasil pemikirannya sendiri akan tetapi merupakan gabungan dari berbagai macam kitab tafsir yang akan diterangkan dibagian berikutnya. Contoh ketika beliau menafsirkan surat al-‘Isra’ ayat 1-3 :

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ () وَآتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَجَعَلْنَاهُ هُدًى لِبَنِي إِسْرَائِيلَ أَلَّا تَتَّخِذُوا مِنْ دُونِي وَكِيلًا ()ذُرِّيَّةَ مَنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورً

Ketiga ayat di atas oleh K.H. Muhammad ditafsirkan dengan :

بيان ثبوت الاسراء برسول الله صلى الله عليه و سلم من المسجد الحرام الى مسجد الاقصى فقيل انما كان ذلك في المنام و هذا محكي عن حذيفة و عائشة و معاوية و الحق الذي عليه اكثر السلف و عامة الخلف من المتأخرين من الفقهاء و المحدثين و المتكلمين انه اسرى بروحه و جسده يقظة لا مناما و كان ذلك بعد البعثة بخمس سنين و قبل الهجر يقال فى رجب و يقال في رمضان

بيان تشريف من الله لنبيه موسى عليه السلام و امتنان على بنى اسرئيل باعطاء التوراة المشتملة علي الهدى و النور- والله  اعلم

Dalam penafsiran di atas terlihat jelas bagaimana K.H. Muhammad tidak mencantumkan riwayat dalam tafsirannya. Meskipun beliau menyatakan muhaky ‘an H}udzaifah, ‘A>isah dan Muawiayah namun dalam tafsir tersebut beliau tidak menuliskan riwayat-riwayat tersebut. Sehingga daapat ditarik kesimpulan bahwa sumber penafsirannya hanya menggunakan ra’yi saja.

Sementara ditinjau dari segi segi cara penjelasannya tafsir Jami’ al-bayan menggunakan metode bayani (diskripsi). Dalam contoh di atas terlihat bahwa K.H. Muhammad tidak melakukan komparatif antar pendapat ulama.  Adapun ditinjau dari segi keluasan penjelasannya tafsir ini masuk dalam kategori ijmali sebab keterangan tafsir yang diberikan bersifat global. Sedang ditinjau dari segi tartib mushafi, tafsir Jami’ al-bayan tergolong tafsir tahlili, sebab sistematika penafsirannya dimulai dari surat al-Fatihah sampai surat al-Nas.

Meskipun ditinjau dari segi sumbernya, tafsir Jami’ al-Bayan ini tergolong tafsir bi al-ra’yi, akan tetapi dalam pengambilan ra’yi tersebut K.H. Muhammad merujuk dalam kitab-kitab tafsir mu’tabarah. Di antara kitab-kitab tafsir yang menjadi rujukan beliau adalah :

1.      Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta`wīl karya Abī Sa‘īd Abdullāh bin Umar bin Muammad al-Bayāwī (w. 685 H atau 691 H)

2.      Lubāb al-Ta`wīl fī Ma‟ānī al-Tanzīl adalah karya Alī bin Muammad bin Ibrāhīm al- Khāzin (w. 741 H);

3.      Madārik al-Tanzīl wa aqāiq al-Ta`wīl karya Abdullāh bin Amad bin Mamūd al- Nasafī (w. 701 H);

4.      Tanwīr al-Miqbās min Tafsīr Ibn ‘Abbās karya Abī āhir bin Ya‘qūb al-Fayrūz Ābādī;

5.      Tafsīr al-Jalālayn karya Jalāluddīn Muammad bin Amad al-Maallī dan Jalāluddīn Abdurraman bin Abū Bakr al-Suyūī;

6.      Tafsir al-Qur`ān al-‘Aīm karya Abī al-Fidā` Ismāīl bin Umar bin Kathīr al-Qurashī al-Dimshiqī (w. 774 H);

7.      āshiyah Muyi al-Dīn Shaykh Zādah ‘alā Tafsīr al-Bayāwī karya Muammad bin Muli al-Dīn Muṣṭafā al-Qujaw al-anafī (w. 981 H);

8.      Al-Futūāt al-Ilahiyyah bi Tawī Tafsīr al-Jalālayn li al-Daqāiq al-Khafiyyah karya Sulaymān bin Amr al-Ujaylī (w. 1204 H);

9.      āshiyah al-āwī ‘alā Tafsīr al-Jalālayn karya Amad bin Muammad al-āwī al- Mirī al-Khalwatī al-Mālikī (w. 1241 H).

Untuk memudahkan pembaca dalam mengidentifikasi sumber dalam kitab tafsir Jami’ al-Bayan, K.H. Muhammad memberikan kode penomoran untuk menunjukan kitab rujukan di setiap hasil penafsirannya.  Kode penomoran yang ia berikan adalah sebagai berikut:

 

Sumber Referensi Penafsiran KH. Muhammad

Kode

Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta`wīl

١

Lubāb al-Ta`wīl fī Ma‟ānī al-Tanzīl

٢

Madārik al-Tanzīl wa aqāiq al-Ta`wīl

٣

Tanwīr al-Miqbās min Tafsīr Ibn „Abbās

٤

Tafsīr al-Jalālayn

٥

Al-Futūḥāt al-Ilahiyyah bi Tawḍīḥ Tafsīr al-Jalālayn li al- Daqāiq al-Khafiyyah

٦

Ḥāshiyah al-Ṣāwī ‘alā Tafsīr al-Jalālayn

٧

Ḥāshiyah Muyi al-Dīn Shaykh Zādah ‘alā Tafsīr al- Bayḍāwī

٨

Tafsir al-Qur`ān al-Aẓīm

٩

 

Secara lebih jelasnya, berikut penulis paparkan salah satu contoh penafsiran KH. Muhammad yang merujuk pada sebagian dari sembilan kitab yang telah disebutkan di atas:

بيان ثبوت الاسراء برسول الله صلى الله عليه و سلم من المسجد الحرام الى مسجد الاقصى فقيل انما كان ذلك في المنام و هذا محكي عن حذيفة و عائشة و معاوية و الحق الذي عليه اكثر السلف و عامة الخلف من المتأخرين من الفقهاء و المحدثين و المتكلمين انه اسرى بروحه و جسده يقظة لا مناما و كان ذلك بعد البعثة بخمس سنين و قبل الهجر يقال فى رجب و يقال في رمضان ٩, ٢

Kode  (٢) yang  bertempat  di  bagian  akhir  penafsiran  QS.  Al-Isra’ ayat 1-3  di  atas menunjukkan, bahwa penafsiran itu merujuk pada kitab Luba>b al-Ta’wi>l fi Ma’ani> al-Tanzi>l karya Syekh Ali bin Muhammad al-Baghdadi yang terkenal dengan nama al-Gha>zin. Sementara kode (٩)   menunjukan bahwa selain dari kitab al-Gha>zin, penafsiran tersebut juga diambil dari Tafsir al-Qur’an al-Adhi>m karya Ismail ibn Kathi>r al-Dimasqi, yang redaksinya telah dimodifikasi dan diringkas oleh KH. Muhammad.

Selain merujuk kepada kitab-kitab di atas, beliau juga menafsirkan al-Qur’an menggunakan rasio/ra’yi pribadi beliau. Ciri dari keterangan tafsir yang berasal dari pemikiran beliau pribadi adalah apabila di akhir keterangan terdapat lafadz Allah A’lam yang artinya Allah adalah Dzat yang lebih tahu.

Untuk mendapatkan gambaran lebih riil mengenai penafsiran yang didasarkan pada ra`yu KH. Muhammad, berikut akan diambil salah satu contoh penafsirannya terhadap QS. Al-Isra’ ayat 1-3, sebagai berikut:

بيان تشريف من الله لنبيه موسى عليه السلام و امتنان على بنى اسرئيل باعطاء التوراة المشتملة علي الهدى و النور- والله  اعلم

Adanya kata والله  اعلم pada akhir penafsiran QS. Ali Imran tersebut menandai penafsiran yang memang benar-benar terlahir dari gagasan pemikiran KH. Muhammad sendiri. Digunakannya kata والله  اعلم tersebut berfungsi untuk membedakan penafsiran  yang bersumber dari kitab tafsir dan Hashiyah kitab tafsir. Begitu pula dengan kode penomoran yang terletak di bagian akhir penafsiran KH. Muhammad, juga berfungsi untuk membedakan penafsiran yang bersumber dari ra`yu. Dengan demikan, desain penafsiran yang digagas oleh KH. Muhammad tersebut tidak semata-mata bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam memahami makna yang terkandung dalam sebuah ayat, akan tetapi juga mempermudah orang-orang yang ingin mengetahui model penafsiran dalam Ja’mi’ al-Bayan min Khulasah Suwar al-Qur’an. 



[1] Husain al Dhahaby, al-Tafsir wa al-Munfasirun, vol. 1 (t.tp: Maktabah Mus}’ab bin Amr al-Islamy, 2004), 112.

[2] Dhahaby, 1:183.

[3] M. Ridlwan Nasir, Memahami al-Qur’a>n Perspektif Baru Metodologi Tafsir Muqarin (Surabaya: cv. Indra Media, 2003), 17.


[1] Muhammad bin Sulayman, Tafsi>r Ja>mi’ al-Baya>n min Khula>s}ah Suwar al-Qur’an al-‘Adhi>m, vol. 2 (Semarang: Maktabah Sira>j al-T}a>libi>n, t.th), 671.

Comments