on
asbab nuzul
- Get link
- X
- Other Apps
Biografi Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab lahir pada 16 Februari 1944 M di
Rappang, Sulawesi Selatan. Ayah Quraish Shihab adalah Abdurrahman Shihab, yaitu
guru besar dalam bidang tafsir pernah menjadi rector IAIN Alaudin.Abdurrahman
Shihab merupakan salah seorang yang memiliki peran penting di Universitas
Muslim Indonesia (UMI) di Ujungpandang, tercatat sebagai salah seorang pendiri
UMI. Pada tahun 1958 M, Quraish berangkat ke Kairo dengan bantuan dari beasiswa
Pemerintahan Sulawesi Selatan. Quraish mengenyam pendidik di Mesir dari kelas
II Tsanawiyah hingga meraih gelar MA pada tahun 1967 M. Quraish sempat pulang
ke Indonesia pada tahun 1980 M walaupun tidak lama dikarenakan ia melanjutkan
program doktoral di Universitas Al-Azhar dan mengharuskan ia untuk kembali lagi
ke Kairo. Quraish menyelesaikan program doktoral selama dua tahun dengan
yudisium yang sangat bagus yaitu summa cum laude denan penghargaan tingkat I
dan tercatat sebagai orang pertama di Asia Tenggara yang meraih gelar doctor
dalam bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an di Universitas Al-Azhar.
Pada tahun 1984 M, Quraish kembali ke Indonesia dan
mengajarkan ilmunya di Fakultas Ushuluddin dan Pascasarjana IAIN Syarif
Hidayatullah. Selain mengajar di kampus, ia mendapatkan amanah menduduki
beberapa jabatan penting, antara lain lain; Ketua MUI pusat (sejak 1984 M),
anggotah Lajnah Pentashih Al-Qur’an Departemen Agama (sejak 1989 M), anggota
Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (sejak 1989 M), Menteri Agama Kabinet
Pembangunan VIII (1998 M).[1]
Pada tahun 1999-2002 Quraish shihab terpilih sebagia duta
besar di Mesir dan Jibouti yang mana itu merupakan sesuatu yang tidak pernah
terlintas dalam benaknya apalagi berusaha untuk meraihnya. Ketika lulus SMA di
al-Azhar, Kairo, Mesir Quraish mendapatkan dua ijazah SMA, satu yang
kurikulumnya khusus bagi siswa-siswa asing (Ma’had al-Bu’ust al-Islamiyah) dan
satu lagi ijazah Ma’had al-Qahirah, dengan tambahan mata pelajaran khusus untuk
siswa-siswa Mesir.
Sejak kecil-terpengaruh oleh ayah yang merupakan Guru
Besar Ilmu Tafsir di IAIN Alauddin Makasar- ia mengidamkan untuk mendalami Ilmu
Tafsir. Tetapi angka kelulusan bahasa Arab yang ia raih dengan dua ijazah SMA
itu, tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Fakultas Ushuluddin di mana
terdapat jurusan tafsir yang ia idamkan. Ketika itu ia mengulang setahun demi
bisa masuk fakultas ushuluddin yang diinginkannya.
Quraish Shihab menikah dengan Fatmawaty as-Saqqaf dan
dari rahimnya Allah menanugerahkan lima orang anak yang selalu mendampingi,
mendorong dan memberi ketenangan kepadanya, sehingga dapat belajar, menulis,
dan mengabdi. Semenjak kecil quraish sudah dididik dan ditanamkan cinta
al-Qur’an oleh orang tuanya. setiap surat orang tuanya ketika ia di Mesir
berpesan: jangan pulang sebelum meraih Ph.D. keberhasilan Quraish juga adalah
jasa-jasa dari gurunya, baik di Indonesia ketika ia di SD, SMP Muhammadiyah, maupun
di al-Azhar, Mesir.[2]
Walaupun Quraish disibukkan dengan berbagai aktivitas baik
akademik maupun non akademik, ia masih sempat menulis. Bahkan Quraish termasuk
sebagai penulis yang produktif, baik menulis di media massa maupun menulis
buku. Quraish mengasuh rubrik “Tafsir al-Amanah” di harian Pelita.Ia juga
merupakan anggota dewan redaksi majalah ulumul Qur’an dan Mimbar Ulama.[3]
Karya-karya Muhammad Quraish Shihab
Beberapa karya tulisa Quraish yang telah beredar luas
hingga saat sekarang ini di antaranya adalah Tafsrir Al-Manar: Keistimewaan dan
Kelemahannya (1984), Filsafat Hukum Islam (1987), Mahkota Tuntutan Ilahi:
Tafsir Surah al-Baqarah (1988), Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat (1992), Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan
(1994) –keduanya berasal dari kumpulan majalah dan ceramah, Studi Kritis Tafsir
al-Manar (1994), Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan Umat
(1995), Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan
Pemberitaan Gaib (1997), Tafsir Al-Qur’an al-Karim: Tafsir atas Surat-surat
Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (1997), Hidangan Ilahi: Ayat-ayat
Tahlil (1997), Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab: Seputar Ibadah dan Mu’amalah
(1999), Tafsir al-Misbah: kesan, Pesan dan Keserasian Al-Qur’an (2000), dan
banyak lagi.
Karya M. Quraish yang menjadi mahakarya dari sekian
banyak karnya adalah tafsir al-Misbah.Tafsir tersebut yang membuat namanya
semakin populer dan menjadi salah satu mufasir di Indonesia yang sangat
disegani dan sangat banyak dikagumi oleh masyarakat baik para ulama, mahasiswa,
santri dan masyarakat awam biasa. Hal tersebut dikarenakan ilmu yang ia miliki,
itu dapat dibuktikan dengan kemapuannya menulis tafsir Al-Qur’an 30 juz dengan
sangat akbar dan mendetail hingga mencapai 15 jilid/volume. Ia menafsirkan
Al-Qur’an secara runtut sesuai dengan tertib susunan ayat dan surah.
Susunan dari tafsir Quraish yaitu pertama-tama sebelum ia
menafsirkan surah, ia terlebih dahulu memberi pengantar. Isinya antara lain,
nama surah dan nama lain surah tersebut, jumlah ayat (terkadang ada penjelasan
tentang perbedaan penghitungan), tempat turun surah (makiyyah dan madaniyyah)
disertai pengecualian ayatayat yang tidak termasuk kategori, nomor surah
berdasarkan urutan mushaf dan urutan turun, tema pokok, keterkaitan (munasabah)
antara surah sebelum dan sesudahnya, dan sebab turun ayat (asbabun nuzul).
Setelah menyajikan pengantar, Quraish mulai menafsirkan
dengan menganalisis secara kronologis dan memaparkan berbagai aspek yang
terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan urutan dan bacaan mushaf.
Hal ini ia lakukan untuk membuktikan bahwa surah-surah serta ayat-ayat dalam
Al-Qur’an mempunyai keserasian yang sempurna dan merupakan satu kesatuan yang
tak dapat dipisah-pisahkan.[4]
Quraish dalam bukunya berjudul Menabur Pesan Ilahi
mengungkapkan bahwa dalam membahas kadungan Al-Qur’an dan tafsirnya, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu terkait riwayat-riwayat yang
disajikan dalam menafsirkan Al-Qur’an, ketelitian alih bahasa, rujukan yang
digunakan, dan beberapa masalah ilmiah yang berhubungan dengan penafsiran yang
dilakukan.[5]
Terkait dengan penafsir, Quraish menjelaskan beberapa
syarat yang harus diperhatikan oleh penafsir, yaitu sebagai berikut: (a)
pengetahuan tentang bahasa Arab dalam berbagai bidangnya, (b) pengetahuan
tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an, sejarah turunnya, hadis-hadis Nabi, dan ushulfiqh,
(c) pengetahuan tentnag prinsipprinsip pokok keagamaan, dan (d) pengetahuan
tentang disiplin ilmu yang menjadi materi bahasan ayat. Dalam menafsirkan
AlQur’an ada beberapa hal yang harus digarisbawahi: (1) menafsirkan berbeda dengan
berdakwah atau berceramah berkaitan dengan ayat Al-Qur’an. Namun masih bisa
menguraikan tafsir selama uraian tersebut dikemukakan berdasarkan pemahaman
para ahli tafsir yang telah memenuhi syarat penafsir di atas. (2) faktor-faktor
yang mengakibatkan kekeliruan dalam penafsiran antara lain; subjektivitas
mufasir, kekeliruan dalam menerapkan metode atau kaidah, kedangkalan dalam
ilmu-ilmu alat, kedangkalan pengetahuan tentang materi uraian ayat, tidak
memperhatikan konteks, baik asbabal-nuzul, hubungan antar ayat, maupun kondisi
sosial masyarakat, dan tidak memperhatikan siapa pembicara dan terhadap siapa
pembicaraan ditujukan.[6]
Download Tafsir al-Misbah di sini
[1] Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an, h. 236-237
[2] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an jilid 2, (ciputat: Lentera
Hati, 2011), hal. 1-12
[3] Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an, h. 238
[4] Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur’an, h.238-241
[5] M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi: Al-Qur’an dan Dinamika
Kehidupan Masyarakat, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), h. 318-332
[6]M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an,
(Jakarta: Mizan, 1992), h.78-79
Comments
Post a Comment