SERI MUFASIR NUSANTARA: MAHMUD YUNUS DAN TAFSIR AL-QUR'AN KARIM

 



Pendahuluan

 Mahmud Yunus merupakan tokoh dalam bidang tafsir alQur’an. Karya tafsir beliau berjudul Tafsir Qur’an Karim, adalah sebuah karya tafsir ringkas yang hingga kini menjadi salah satu rujukan masyarakat. Mahmud Yunus adalah salah seorang ulama di Nusantara yang berusaha memberikan suatu sumbangan kepada masyarakat melalui bidang penulisan. Karya Tafsir Qur’an Karim adalah salah satu daripada karya penulisan beliau yang dihasilkan dengan tujuan untuk memberi kepahaman al-Qur’an dengan ringkas dan mudah kepada masyarakat. Karya tersebut secara sekilas seperti sebuah terjemahan al-Qur’an, bukan karya tafsir. Namun, jika diperhatikan karya tersebut bukan sekadar terjemahan ayat-ayat alQur’an, tetapi mengandung tafsir ayat yang ringkas yang diuraikan oleh pengarangnya dengan pendekatan yang menarik dan mudah.

Di sini akan dibahas berbagai aspek terkait karya tafsir tersebut, mulai dari biografi pengarangnya, sejarah penulisan, gambaran isi mengenai kecenderungan, dan metode yang dipakai dalam penafsiran.

Biografi Mahmud Yunus

Mahmud Yunus lahir di sebuah desa bernama Sungayang, tepatnya sejauh 7 km dari Kota Batu Sangkar, ibukota Kabupaten Tanah Datar, dan 12 km dari pusat Kerajaan Minangkabau Nagari Pagaruyung. Beliau lahir pada hari Sabtu, tanggal 10 Februari 1899 M[1] bertepatan dengan 30 Ramadhan. Ayahnya bernama Yunus bin Incek, berasal dari suku Mandailing, dengan aktivitas sehari-harinya bekerja sebagai petani. Ia juga merupakan seorang guru yang mengajar di surau-surau serta menjadi imam dengan sebutan imam nagari di kampungnya. Ibunya bernama Hafsah dengan panggilan Posa dari suku Chaniago.[2] Hafsah ialah seorang ibu yang buta huruf karena sejak kecil tidak pernah mengenyam pendidikan. Kakek Hafsah merupakan seorang ulama yang terkenal bernama Syekh Muhammad Ali yang bergelar Engku Kolok, sedangkan bapaknya bernama Doyan Muhammad Ali.

Salah satu saudara dari Ibu Mahmud Yunus, H. Ibrahim, yang bergelar Datuk Sinaro Sati, merupakan saudagar kaya di Batusangkar pada saat itu. Beliau jugalah yang memiliki peran penting dalam kehidupan Mahmud Yunus. Ibrahim yang memberikan dukungan kepada Mahmud Yunus untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Hal tersebut, mencerminkan tentang adat atau kebiasaan yang berlaku di Minangkabau, sebagaimana pepatah mengatakan: dipangku, kamanakan dibimbing, urang kampong dipatenggangkan (dipangku, kemenakan dibimbing, orang kampong dipatenggangkan). Hal demikian merupakan kebiasaan yang lazim dilakukan pada saat itu hingga sekarang. Bahwa tanggung jawab bapak saudara terhadap anak saudara, tidaklah didasarkan pada ketidakmampuan dari ayah anak itu sendiri.

Mahmud Yunus memiliki 5 orang istri,[3] pertama, Hj. Darisah binti Pangeran, berasal dari Payakumbuh. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Prof. Dr. H. Kamal Mahmud, S.H. Istri keduanya Hj. Djawahir yang berasal dari Payakumbuh dan dikaruniai lima orang anak. Yang ketiga, Karimah, dan memiliki seorang anak bernama Amlas. Ketiga pernikahan ini dilakukan sebelum Mahmud Yunus pergi ke Mesir untuk melanjutkan pendidikannya. Ketika ingin berangkat ke Mesir, ia menceraikan istri pertama dan ketiga, Darisah dan Karimah. Selanjutnya istrinya yang keempat, Hj. Nurjani binti Jalil, berasal dari Padang. Dari pernikahan ini mereka dikaruniai lima orang anak. Terakhir, Hj. Darisah binti Ibrahim. Dari pernikahan terakhirnya ini, ia dikaruniai enam orang anak.

Perjalanan Ilmiah

Sejak kecil Mahmud Yunus tumbuh dan berkembang dalam keturunan orang-orang yang paham dalam bidang agama. Mahmud Yunus tumbuh di asuhan ibunya yang memiliki garis keturunan ulama. Pada saat itu ia tidak menempuh pendidikan umum yang didirikan oleh Kolonial Belanda, seperti HIS, MULO, AMS karena kedua orang tuanya telah bercerai. Ia hanya sesekali bertemu dengan ayahnya. Sebagai putra kelahiran Minang, ia tentu tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan masyarakat yang teguh dalam memegang adat Minagkabau. Ketika berusia 7 tahun, ia mulai melakukan kegiatan seperti pergi ke surau-surau untuk belajar mengaji.

Mahmud Yunus belajar mengaji dan memperdalam ilmu dasar-dasar Islam di waktu malam hari, dari satu surau ke surau lainnya. Awalnya ia belajar dengan kakeknya, Muhammad Thaher bin Muhammad Ali yang bergelar Engku Gadang. Ketika Mahmud Yunus khatam Qur’an, ia mulai membantu kakeknya untuk mengajar al-Qur’an, sembari ia belajar dasar-dasar tata bahasa Arab pada sang kakek.4 Pada tahun 1908, masyarakat Nagari Sungayang bersepakat untuk mendirikan sekolah desa. Mahmud Yunus pun tertarik untuk menuntut ilmu di sana dengan catatan ia tidak melalaikan tugasnya sebagai pengajar yang membantu kakeknya. Namun, pembelajaran ini tidak berlangsung lama karena menurutnya pelajaran di sekolah hampir sama dengan pelajaran yang telah ia terima.

Pada kesempatan yang sama, Mahmud Yunus masuk ke madrasah yang didirikan oleh H. Muhammad Thaib Umar, beliau merupakan seorang tokoh pembaruan Islam di Minangkabau. Di sini Mahmud Yunus mendapatkan berbagai disiplin ilmu. Ia menekuni secara mendalam ilmu-ilmu yang diberikan kepadanya. Sejarah mencatat bahwa H. Muhammad Thaib Umar sangat berpengaruh pada pembentukan keilmuan Mahmud Yunus. Melalui karya-karya gurunya itu, Mahmud dapat menyerap semangat pembaruan demi peningkatan kesejahteraan umat dan perkembangan Islam.[4]

Pada tahun 1924 M, Mahmud Yunus mendapat kesempatan belajar di Universitas al-Azhar, Kairo. Di sana ia mempelajari ilmu ushul fiqh, fikih Hanafi, dan sebagainya. Hanya dalam tempo setahun, dia berhasil mendapatkan Syahadah Alimiyah dari alAzhar dan menjadi orang Indonesia kedua yang memperoleh predikat itu. Setelah lulus dari al-Azhar, Mahmud merasa bahwa ilmu yang didapatkannya hanya tentang agama dan bahasa. Maka ia pun tertarik untuk melanjutkan studinya guna mempelajari ilmu pengetahuan umum. Ia pun masuk ke Universitas Darr al-Ulum, Mesir dan tercatat sebagai orang Indonesia pertama yang masuk Darr al-Ulum. Kuliah Mahmud Yunus berakhir dengan lancar. Tahun 1929, ia berhasil memperoleh diploma dengan spesialisasi di bidang pendidikan.[5] Setelah itu, dia kembali ke kampung halamannya di Sunggayang Batusangkar.

Sejarah Penulisan Tafsir Qur’an Karim

Tafsir Qur’an Karim menurut keterangan penulisnya merupakan hasil penyelidikan selama kurang lebih 53 tahun, yaitu sejak penulisnya berusia 20 tahun hingga 73 tahun. Dalam rentang waktu yang cukup lama ini, reaksi keras dan protes terus bermunculan, baik dari kalangan umat Islam secara umum maupun dari kalangan ulama terkemuka sekalipun. Hal ini disebabkan kegiatan penafsiran Ketika itu dianggap sebagai perbuatan langka yang diharamkan. Ada dua ulama besar yang masing-masing dari Yogyakarta dan Jatinegara yang penuh melakukan protes tertulis agar apa yang diupayakan Mahmud Yunus dihentikan.[6]

Penulisan Tafsir Qur’an Karim dimulai pada tahun 1922 dan berhasil diterbitkan untuk juz pertama, kedua, dan ketiga. Pada tahun 1924, usaha penulisan untuk sementara waktu berhenti karena penulisnya memutuskan melanjutkan pendidikan ke alAzhar, Mesir. Satu pelajaran penting yang penulis dapatkan di sana ialah kebolehan menerjemahkan al-Qur’an dan bahkan dianjurkan agar bangsa asing yang tidak mengetahui bahasa Arab dapat memahaminya juga. Setelah penulis menempuh pendidikan di al-Azhar dan Darr al-Ulum, ia pulang ke Indonesia dan kembali melanjutkan usahanya untuk menafsirkan al-Qur’an.[7]

Gambaran Tafsir Qur’an Karim Karya Mahmud Yunus

 Tafsir Qur’an Karim ini diterbitkan oleh beberapa percetakan, yaitu: percetakan Al Ma’arif Bandung, CV Al Hidayah, dan PT Hida Karya Agung. Dari PT Hida Karya Agung mencetak tafsir ini dalam dua macam penjilidan. Yang pertama berisi 30 juz lengkap, yang kedua dibagi menjadi tiga jilid, yaitu jilid pertama berisi penafsiran dari juz 1 sampai dengan juz 10, jilid kedua berisi penafsiran dari juz 11 sampai dengan juz 20, dan jilid ketiga berisi penafsiran dari juz 21 sampai dengan juz 30.

Secara teknis, Mahmud Yunus membagi halaman tafsirnya menjadi dua bagian. Ia menempatkan teks ayat-ayat al-Qur’an dengan huruf Arab di sebelah kanan dan menempatkan terjemahannya dengan huruf latin di sebelah kiri. Pada beberapa bagian khusus ia menyertakan tafsir atau penjelasan tambahan bagi ayat-ayat yang memerlukan penjelasan yang lebih detail di bagianbawah teksnya hampir sama dengan catatan kaki, yang porsinya tidak lebih dari setengah halaman saja.[8]

Lebih rincinya untuk gambaran tafsir Mahmud Yunus sebagai berikut:

1.      Halaman II: tertulis nama tafsir, nama penulis, tahun cetakan, dan penerbit. Di dalam halaman ini juga dituliskan tujuan tafsir ini, bahwa tafsir ini ditulis dengan ringkas, terang, jelas, dan ditambah lagi dengan kesimpulan isi al-Qur’an, agar dapat memuaskan kehendak orang-orang zaman sekarang yang ingin cepat lagi mudah dalam memahami al-Qur’an.

2.      Halaman III: dituliskan pengesahan dari Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an Jakarta dengan nomor 2/1969, tertanggal 20 Maret 1969 dan tertanda ketua H. M. Amin beserta sekretaris H. Ghazali Thayib. Tertulis juga Surat Izin Mencetak Kementrian Agama No. D-7/Q.I tgl 18 November 1957.

3.      Halaman III: pada halaman ini dituliskan pendahuluan, yang berisi sejarah penulisan Tafsir Al-Qur’an Al-Karim ini beserta sumber-sumber tafsir.

4.      Layout Konten: Surat al-Fatihah diletakkan di awal dan dilanjutkan dengan surat-surat lainnya sampai kepada surat anNisa sesuai dengan susunan mushaf al-Qur’an dan dilanjutkan dengan daftar surat dan isi Tafsir Al-Qur’an Al-Karim beserta kesimpulan isi al-Qur’an.

Seperti yang telah digambarkan di atas, penyajian Tafsir Qur’an Karim ini diawali dengan muqaddimah oleh penulis. Kemudian jika membuka kitab ini lebih lanjut, pembaca akan disuguhi dengan penafsiran yang dimulai dengan menyebutkan nama surat, jumlah ayat, dan menyebutkan keterangan surat makkiyah atau madaniyah.

Metode Penafsiran

Tafsir Qur’an Karim Mahmud Yunus ini secara umum menunjuk pada metode ijmali yaitu hanya menafsirkan secara umum saja atau yang bersifat global. Namun pada sebagian ayat, beliau memberi penjelasan lebih hinnga terlihat corak tahlili-nya, yakni sebuah metode yang menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dan seluruh aspeknya. Di dalam kitab tafsir ini, aspek kosa-kata tidak selalu dijelaskan. Kedua aspek tersebut dijelaskan hanya apabila dirasa perlu, terkadang suatu ayat atau lafadz dijelaskan dengan arti kosa-katanya, sedangkan lafadz di ayat lain diartikan secara global saja karena mengandung suatu istilah, bahkan kadang dijelaskan secara terperinci dengan memperlihatkan penggunaan istilah itu terhadap ayat-ayat yang lain.[9]

Dengan metode ijmali yang menjelaskan secara ringkas, tafsir ini juga menyajikan uraian tentang aspek asbabun nuzul yang menjadi ciri formal tafsir al-Qur’an. Sumber campuran, yakni memakai metode penafsiran gabungan antara penafsiran al-ma’tsur dengan riwayat dan penafsiran rasional al- ra’yi.

Kecenderungan Tafsir Qur’an Karim

Mahmud Yunus memiliki kecenderungan ketika menerjemahkan suatu kata (istilah) yaitu dengan menekankan pada pengertian leksikal dan semantik kata tersebut sesuai dengan perkembangan bahasa yang terpakai.[10] Mahmud Yunus juga menyebutkan bahwa al-Qur’an tidak berlawanan dengan ilmu pengetahuan. Hal ini menegaskan bukti komitmennya terhadap al-Qur’an dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kecenderungan di dalam corak penafsirannya didominasi oleh upaya rasionalisasi ayat-ayat al-Qur’an dengan cara memadu-padukan antara ayat-ayat al-Qur’an dengan pesan-pesan yang dibawakan dengan uraian penjelasan yang bersifat rasional dan akademik, tanpa mengurangi argumentasi tradisional melalui penyertaan hadis dan riwayat-riwayat penafsiran. Jika kita amati uraian tentang metode tafsir Mahmud Yunus, ada tiga hal utama yang menjadi kontribusi penting Mahmud Yunus bagi pola baru penulisan tafsir Indonesia modern. Pertama, Mahmud Yunus berani memperkenalkan pemakaian huruf Latin untuk terjemah dan tafsir Qur’an. Kedua, metode penafsiran yang ringkas sangat cocok dengan selera dan kebutuhan masyarakat modern. Ketiga, Mahmud Yunus memberikan muatan untuk elemen-elemen modernitas dengan corak ilmiah, sebuah penafsiran yang menegaskan hubungan erat antara al-Qur’an dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi ciri utama pemikiran modern.[11]

Penafsiran Tafsir Quran Karim Karya Mahmud Yunus

Berikut beberapa contoh penafsiran ayat dari Tafsir Qur’an Karim karya Mahmud Yunus:

Surah al-Fīl

“Tiadakah engkau tahu, bagaimana Tuhanmu memperbuat terhadap orang-orang yang mempunyai gajah (1); Tiadakah ia menjadikan tipu daya mereka jadi sia-sia (2); Dan mengirim kepada mereka burung berbondong-bondong (3); Yang melempar mereka dengan batu dari tanah yang keras (4); lalu Allah jadikan mereka seperti daun yang dimakan (ulat)” (Q.S. al-Fiil: 1-5).

Adapun balatentara yang bergajah itu, ialah Raja Yaman yang datang ke Negeri Mekkah ingin meruntuhkan Ka’bah dengan membawa laskar dan gajah yang kuat. Setelah mereka hampir masuk ke Negeri Mekkah, kemudian beberapa burung menjatuhkan batu (tanah yang keras), yang mengandung banyak hama penyakit cacar, sehingga mereka semua dihinggapi penyakit itu. Akhirnya badan mereka hancur luluh seperti daun kayu dimakan binatang atau ulat. Tujuan mereka ingin meruntuhkan Ka’bah tidaklah berhasil.

Simpulan

Mahmud Yunus merupakan tokoh intelektual yang banyak mencurahkan ilmunya ke dalam bentuk tulisan. Tulisan-tulisannya telah banyak yang diterbitkan dan tersebar di seluruh tanah air. Karya-karya Mahmud Yunus meliputi berbagai jenis bidang ilmu dari bidang tafsir, pendidikan, hukum Islam, akhlak, ilmu jiwa, sejarah Islam, dan lain-lain. Salah satu karyanya dalam bidang tafsir yaitu Tafsir Qur’an Karim yang menjadi salah satu rujukan masyarakat hingga sekarang karena Tafsir Qur’an Karim adalah tafsir yang ringkas dan mudah untuk dipahami masyarakat. Cara penafsiran Tafsir Qur’an Karim ini yaitu ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai dengan urutan dalam mushaf dan dilakukan secara singkat dan global. Tafsir ini juga memiliki uraian tentang asbabun nuzul dalam keterangan ringkas makna ayat-ayat al-Qur’an.



[1] Sulaiman Ibrahim, Pendidikan dan Tafsir “Kiprah Mahmud Yunus dalam Pembaruan Islam”, (Jakarta: LEKAS, 2011) 5

[2] Malta Rina, “Pemikiran dan Karya-Karya Prof. Dr. H. Mahmud Yunus tentang Pendidikan Islam”, (Sumatera Barat: 2011) 2

[3] Malta Rina, “Pemikiran dan Karya-Karya Prof. Dr. H. Mahmud Yunus tentang Pendidikan Islam”... 6

[4] Sulaiman Ibrahim, Pendidikan dan Tafsir “Kiprah Mahmud Yunus dalam Pembaruan Islam”.... 5

[5] Herry Muhammad, dkk Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), 86

[6] Sulaiman Ibrahim, Pendidikan dan Tafsir “Kiprah Mahmud Yunus dalam Pembaruan Islam”.... 84

[7] Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta: PT Hida Karya Agung, 1981), Pendahuluan III

[8] M. Anwar Syarifuddin dan Jauhar Azizy, “Mahmud Yunus: Pelopor Pola Baru Penulisan Tafsir al-Qur’an Indonesia”, dalam jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol 2, No. 3, Juni 2015, 328.

[9] Filzah Syazwana, “Corak Penafsiran Kalam Mahmud Yunus dalam Tafsir Qur’an Karim”, Skripsi (Jakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, 2018), 45-46.

[10] Rithon Igisani, “Kajian Tafsir Mufassir di Indonesia”, dalam jurnal Penelitian dan Pemikiran Islam, Vol 22,No.1, Juni 2018,16.

[11] M. Anwar Syarifuddin dan Jauhar Azizy, “Mahmud Yunus: Pelopor Pola Baru Penulisan Tafsir al-Qur’an Indonesia”, dalam jurnal Ilmu Ushuluddin..., 329.

Comments