on
asbab nuzul
- Get link
- X
- Other Apps
Pada tulisan terdahulu telah dibahas mengenai tafsir surah al-Fatihah ayat 3. Pada tulisan ini
penulis berusaha menguraikan sedikit mengenai penafsiran surah al-Fatihah ayat
4 :
مَالِكِ يَوْمِ
الدِّينِ
Terdapat perbedaan
pendalat di kalangan ulama mengenai cara baca lafadz malik. Menurut Imam
Imam Na>fi’, Ibn Kathi>r, Hamzah Abu ‘Amr dan Ibn ‘A>mir kata malik
dibaca pendek tanpa alif setelah huruf mi>m yang memiliki arti
raja. Sementara menurut Imam ‘A>shim
dan al-Kisa>’i dibaca panjang huruf mi>m-nya. [1]Lafadz Malik dibaca dengan
cara ini memiliki makna pemilik. Pendapat
ini juga didukung oleh Abu> H}a>tim al-Sijistani.
M. Quraish Shihab
salah satu pakar tafsir Indonesia memberikan pendapat yang mengindikasikan bahwa
lafadz ma>lik (dengan
mi>m panjang) lebih kuat secara pemaknaannya dibanding dengan malik
(tanpa alif di mim-nya). Selain berdasarkan riwayat mutawatir, beliau juga
menggunakan analisis logika dalam menjelaskan perbedaan makna dua lafadz ini.
Menurutnya setiap
raja belum tentu seorang pemilik, meskipun ada kalanya kepemilik seorang raja
lebih besar dibanding yang bukan raja. Akan tetapi ada juga moment dimana raja
hanya menjadi lambang negara saja, sementara semua aspek kepemilikan, kebijakan
dan lain sebagainya dipegang oleh perdana menteri.[3]
Statemen di atas mengindikasikan
bahwa Quraish Shihab lebih cenderung kepada pendapat yang diungkapkan oleh imam
A>shim dan al-Kisa>’i.
Namun diakhir
pembahasa beliau juga melakukan kolaborasi dua pendapat di atas dengan
menyatakan bahwa Allah merupakan Raja sekaligus Pemilik hari Kiamat. Hal lain diungkapkan
oleh al-Baghawi yang menyatakan bahwa keduanya (baik malik dengan mim
panjang ataupun pendek) memiliki arti yang sama yakni bermakna al-rab.[4]
Selanjutnya kata yawm,
di dalam al-Qur’an kata ini terulang
sebanyak 365 kali persis dengan jumlah hari dalam satu tahun. Namun tidak semua
kata yawm dalam al-Qur’an memiliki arti yang sama dengan hari dalam
perspektif manusia (24 jam). Terkadang al-Qur’an menggunakan kata ini untuk
menunjukan satu periode atau waktu
yang sangat panjang. Seperti firman Allah yang menyatakan bahwa alam
semesta diciptakan selama enam hari.
Berikutnya adalah
kata al-di>n. Kata ini memiliki kesamaan dengan kata dayn yang
berarti hutang dan kata da>na yang berarti menghukum. Ketiga kata ini
menunjukan interaksi antara dua belah pihak, dimana pihak pertama lebih unggul
dibanding dengan pihak kedua. Secara logika orang yang memberi hutangan (pihak
pertama) tentu lebih unggul dibanding dengan orang yang berhutang (pihak
kedua). Orang yang menghukum (pihak
pertama) tentu lebih memiliki kekuatan dibanding dengan orang yang dihukum
(pihak kedua). Pun, dengan agama, antara yang menurunkan agama (Allah/pihak
pertama) tentu lebih unggul dibanding pihak kedua yang menganut agama.
Demikan pemaknaan al-din
dalam perspektif bahasa. Namun di ayat ini kata yawm al-din sebagai hari
pembalasan. Dimana semua amal manusia dunia ini kelak akan dibalas oleh Allah
swt. Orang yang baik akan memperoleh balasan yang baik, dan orang yang
berprilaku buruk akan dibalas dengan hal yang mengerikan kelak.
Oleh karena itu,
melalui penjelasan di atas hendaknya kita dapat bermunasabah bahwa semua yang
kita lakukan akan memperoleh balasan. Sehingga sebagai manusia yang merupakan khalifah
fi al-ard hendaknya selalu menebarkan kebaikan kepada seluruh alam semesta.
Menjaga hubungan baik dengan Tuhan, Manusia dan Alam sekitar. Agar yang kita
tanam adalah biji dengan buah yang memiliki kualitas terbaik. Bukan lubang
galian atau hewan buas yang sewaktu-waktu kita bisa terperosok dan diterkam
olehnya.
Comments
Post a Comment