HURUF MUQATHA’AH DALAM AL-QUR’AN: RAHASIA DAN HIKMAHNYA

Setelah membahas mengenai tafsir surah al-Fatihah mulai ayat satu sampai tujuh di tulisan-tulisan sebelumnya. Selanjutnya kita mencoba melakukan tadabbur terhadap ahruf Muqatha’ah dalam al-Qur'an. Mengenai tafsir, sir atau rahasia dan hikmah-hikmahnya.

Namun, sebelum masuk kesana, mari kita pahami apa itu al-ahruf muqatha’ah. Secara bahasa al-ahruf merupakan bentuk jamak atau plural dari kata bahasa Arab al-Harf yang berarti Huruf. Sementara al-muqatha’ah berarti terpotong-potong.[1] Dengan demikian, ahruf muqatta'ah dapat dipahami sebagai huruf-huruf yang terpisah-pisah. Kerena Al-Ahruf muqatt’ah merupakan salah satu jenis dari bentuk pembuka surat dalam al-Qur’an.[2] Maka ia hanya ada di awal surah-surah tertentu dalam al-Qur'an. 

Di dalam al-Qur’an terdapat empat belas varian ahruf muqatta’ah. Mulai dari  yang hanya terdiri dari satu huruf seperti  shad sampai yang berjumlah lima huruf seperti kaf ha ya ‘yang bersurat menggunakan model ahruf muqatta’ah.  

Setelah memahami apa yang dimaksud dengan ahruf muqatta'ah, sekarang mari kita lanjutkan mengenai sir al-ahruf muqatta’ah dalam al-Qur’an menurut para ulama.  Salah satu ulama yang menjelaskan mengenai sir al-ahruf muqatta’ah adalah imam al-Zarkasi dalam Kitab al-Burhan fi Ulum al-Qur’an. Tentu, dalam tulisan sederhana ini tidak hendak menjelaskan secara keseluruhan sir ahruf muqatta’ah. Pembahasan dalam tulisan ini, kita batasi pada varian alif lam mim saja. Imam al-Zarkasi menulis dalam kitabnya :

وَكُلُّ سُورَةٍ اسْتَفْتَحَتْ بِهَذِهِ الْأَحْرُفِ فَهِيَ مُشْتَمِلَةٌ عَلَى مَبْدَأِ الْخَلْقِ وَنِهَايَتِهِ وَتَوَسُّطِهِ مُشْتَمِلَةً عَلَى خَلْقِ الْعَالَمِ وَغَايَتِهِ وَعَلَى التَّوَسُّطِ بَيْنَ الْبِدَايَةِ مِنَ الشرائع والأوامر[3]

Secara sederhana pernyataan al-Zarkasi tersebut menjelaskan bahwa setiap surah al-Qur’an yang diawali dengan alif lam mim di dalamnya pasti menjelaskan tiga hal:

Pertama, menjelaskan mengenai proses awal penciptaan makhluk

Kedua, menjelaskan peristiwa dan hal-hal yang terjadi setelah penciptaan dan sebelum kiamat. Dalam bahasa al-Zarkasi disebt dengan istilah tawasuthi. Di dalamnya melingkupi hukum-hukum syara’ dan perintah-perintah agama.

Ketiga, menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan hari akhir atau kiamat.

Pertanyaannya, bagaimana al-Zarkasi memperoleh kesimpulan di atas?

Berikut penjelasan beliau :

أَنَّ الْأَلِفَ إِذَا بُدِئَ بِهَا أَوَّلًا كَانَتْ هَمْزَةً وَهِيَ أَوَّلُ الْمَخَارِجِ مِنْ أَقْصَى الصَّدْرِ وَاللَّامُ مِنْ وَسَطِ مَخَارِجِ الْحُرُوفِ وَهِيَ أَشَدُّ الْحُرُوفِ اعْتِمَادًا عَلَى اللِّسَانِ وَالْمِيمُ آخِرُ الْحُرُوفِ وَمَخْرَجُهَا مِنَ الْفَمِ وَهَذِهِ الثَّلَاثَةُ هِيَ أَصْلُ مَخَارِجِ الْحُرُوفِ أَعْنِي الْحَلْقَ وَاللِّسَانَ وَالشَّفَتَيْنِ وَتَرَتَّبَتْ فِي التَّنْزِيلِ مِنَ الْبِدَايَةِ إِلَى الْوَسَطِ إِلَى النِّهَايَةِ

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa kesimpulan yang diperoleh al-Zarkasi berdasaran analisisnya terhadap makharij al-hurf . Dimana alif merupakan hurf khalq yang dalam bahasa al-Zarkasi disebut dengan aqsa al-sadr. Sementara lam merupakan huruf yang bermakraj di lisan. Adapun mim adalah huruf yang bermakhraj di fam/bibir.

Secara jelas urutan tiga huruf tersebut di mulai dari yang terjauh menuju yang terdekat. Dari sadr(dada) kemudian ke lisan (mulut) dan terkahir ke fam (bibir). Dengan demikian, sadr dengan huruf alifnya (karena ia bawah dan tidak nampak) difahami sebagai awal penciptaan. Sementara lisan dengan huruf lam berada di antara sadr dan fam (antara tenggorokan dan bibir) dia asosiasikan sebagai tawasuthihi (posisi tengah). Adapun fam/bibir dengan huruf mim berada di akhir, sehingga ia dipahami sebagai akhir atau nihayah.

Dari sinilah, kemudian kesimpulan al-Zarkasi  mengenai rahasia alif lam mim diperoleh. Namun perlu ditegaskan, bahwa yang dilakukan oleh al-Zarkasi merupakan “penafsiran” yang tentu tidak dapat dijadikan sebagai kebenaran absolut (kebenaran yang mutlak). Sehingga, ia masih sangat mungkin dikembangkan dan mendapatkan kritik.

Sementara, perihal hikmah al-ahruf muqatta’ah di antaranya adalah menunjukan bahwa logika manusia sangat terbatas. Sehebat dan setinggi apapun IQ seseorang, ia tidak akan bisa menjelaskan secara pasti makna al-ahruf muqatta’ah dalam al-Qur’an.

Wallahu a’lam bisshawab



[1]Atik Fikri Ilyas, “Rationalization The Reposition of The Meaning of Mutasyabih on Muqata’ah letter,” Jurnal Penelitian Hadist dan Tafsir 7, no. 1 (2020): 4.

[2]al-din al-Suyut, al-Itqan fi ’Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 2015), 467.

[3]Al-Zarkasi, AL-Burhan fi Ulum al-Qur’an, juz 1, hal 168

Comments